Bertemu Mayat Mirna Salihin, Dokter Djaja Yakin Sebab Kematian Bukan Karena Racun Sianida Jessica
- Istimewa
VIVA Bandung – Nama Dokter Djaja masuk sebagai salah satu dokter yang melakukan pemeriksaan terhadap mayat Mirna Salihin. Bakan ia juga diketahui sebagai salah satu yang memberikan formalin ke mayat Mirna di rumah duka Dharmais.
Dokter Djaja bertemu dengan mayat Mirna saat dua jam setelah meninggal. Setelah memeriksa mayat Mirna Salihin, Dokter Djaja meyakini bahwa kematian Mirna bukan karena sianida.Ia menyebut, ciri-ciri mayat Mirna tidak menunjukkan bahwa ia menenggak racun sianida.
Dokter Djaja membeberkan bahwa mayat Mirna memiliki ciri-ciri bibir dan kuku biru. Sedangkan ia mengatakan bahwa orang yang teracuni sianida akan berwarna merah terang.
Atas hasil pemeriksaannya itu, Dokter Djaja yang seharusnua bisa menjadi saksi ahli di persidangan justru tidak dipanggil. Padahal namanya sudah ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian.
Doktet Djaja menyebut, ungkapannya tentang Mirna tidak mati karena racun sianida itu merasa disingkirkan.
“Kesaksian saya itu disingkirkan pada waktu pembacaan putusan,” ujar dokter Djaja dalam kanal YouTube dr Richard Lee, MARS dikutip Viva Bandung 12 Oktober 2023 .
Lebih lanjut, Dokter Djaja juha menyinggung soal hukum circumstantial evidence, yaitu bukti tidak langsung.Hukum tersebut mengatakan bahwa bukti yang tidak langsung diambil dari pengamatan langsung kepada fakta yang sedang diselidiki.
“Karena gini, di Indonesia tuh prinsipnya Hakim, bukti-bukti boleh di iniin, tapi nanti soal keyakinan hakim. Kalau hakimnya enggak yakin, dia punya hak untuk menyingkirkan,” ungkapnya.
“Jadi terserah dia. Nah itulah yang merasa, yang buat beberapa orang kok orang mati, kesaksian dokter malah enggak dipakai. Itu namanya Circumstantial evidence, itu bukti yang paling lemah,” jelas Dokter Djaja.
Dokter Djaja juga menyinggung soal autopsi. Menurutnya kematian tak wajar seharusnya dilakukan autopsi kepada mayat korban. Namun nyatanya, mayat Mirna Salhin justru tidak dilakukan autopsi karena penolakan dari keluarga.
“Itu adalah kewajiban hukum. Bahkan ada instruksi Kapolri menyatakan kalau kasusnya tidak wajar harus di autopsi,” pungkasnya.
Pernyataan Janggal Ini Buat Jessica Wongso Diyakini Menjadi Dalang Pembunuhan Mirna Nama Jessica Wongso kembali jadi perbincangan, setelah tayangnya film dokumenter netflix Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso.
Membuat publik kembali penasaran dengan kasus tewasnya Wayang Mirna Salihin karena kopi sianida. Dalam kasus yang menjeratnya, Jessica Wongso dituding meracuni Mirna dengan secangkir kopi Vietnam di Olivier Cafe, Grand Indonesia, Jakarta Pusat pada tanggal 6 Januari 2016.
Setelah itu, Jessica Kumala Wongso menjalani proses pengadilan dan divonis dengan hukuman 20 tahun penjara, namun keputusan ini disambut dengan reaksi yang beragam.
Seiring dengan tayangnya film dokumenter tersebut, hal itu menimbulkan kontroversi dan teka-teki di masyarakat mengenai kejelasan kasus pembunuhan Mirna. Bahkan membuat opini di masyarakat berseliweran akan keraguan tentang proses peradilan Jessica Wongso menjadi terdakwa pembunuhan Mirna Salihin.
Menanggapi keraguan publik, Prof Eddy Hiariej selaku saksi ahli dalam sidang kasus Jessica pada 7 tahun lalu buka suara di forum Catatan Demokrasi tvOne.
"Saya ingin mengatakan dalam kasus Jessica ini mengapa saya begitu yakin, saya pengalaman sebagai ahli di Pengadilan bukan satu dua kali, lebih dari 100 kali, saya ketika kasus Jessica itu berita acara pemeriksaan saya lebih dari 200 halaman," ujarnya pada Catatan Demokrasi tvOne.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), pemilik nama lengkap Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan dirinya membaca seluruh keterangan ahli, dan keterangan saksi. "Bahkan saya melihat 9 CCTV dihadirkan untuk saya melihat dulu bahwa saya memberikan keterangan," ujarnya.
Prof Eddy Hiariej juga menerangkan kalau untuk melihat seseorang bohong atau tidak, setidaknya ada dua metode yang bisa digunakan.
"Metode ada yang disebut dengan istilah metode psiko-fisiologis itu menggunakan lie detector, dan ada yang menggunakan Paralinguistik," ujarnya.
Pada kesaksian Manager Olivier Cafe, Devi Siagian. Prof Eddy mengatakan kalau Jessica tampak berbohong jika merujuk menggunakan metode paralinguistik.
"Kesaksian Manager Olivier Cafe, begitu Mirna tergeletak dan ketika orang-orang itu datang, tahu apa pertanyaan Jessica? 'kalian taruh apa di minumannya Mirna,' itu alam bawah sadar, orang kan enggak berpikiran demikian," terangnya.
"Berarti kan ada sesuatu, itu yang dikenal dalam metode paralinguistik dikenal dengan istilah reaksi negatif," ungkapnya.
"Kemudian ketika bertemu dia mengatakan bahwa bukan saya pembunuh Mirna, itu reaksi negatif" tambahnya.
Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada ini pun memberikan contoh jika kacamatanya ketinggalan di kelas, kemudian besok ketika ia masuk lalu menanyakan keberadaan kacamatanya kepada mahasiswa-nya. "Tiba-tiba ada mahasiswa yang berteriak,'bukan saya loh yang ngambil,' itu berarti dia mengambil, itu namanya reaksi negatif," imbuhnya.
"Jadi saya mengatakan kalau hal-hal begitu kalau kita mempelajari hukum pembuktian secara holistik, bagi saya itu terang benderang untuk menyatakan bahwa Jessica adalah pelaku," tutupnya.