‘Sang Pencerah’ dari Tanah Makassar
- Astra
VIVABandung - Jika mendengar istilah Sang Pencerah, maka kebanyakan orang akan langsung tertuju kepada sosok pembaharu islam dari Yogyakarta, adalah KH. Ahmad Dahlan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.
Hampir mirip dengan KH. Ahmad Dahlan, namun Sang Pencerah yang satu ini datang dari tanah Makassar, Sulawesi Selatan, adalah Harianto Albarr. Albarr merupakan seorang pemuda yang tinggal di lerang bukit Coppo Tile, Desa Bacu-Bacu, salah satu daerah terpencil di Makassar.
Tinggal di derah terpencil, Albarr bersama 1.500-an orang lainnya harus bertahan hidup tanpa adanya aliran listri yang terhubung ke desanya. Bukan tidak ada masalah, tentu dengan ketidakhadiran listrik, selain membuat desa gelap, juga berpengaruh terhadap berbagai profesi pekerjaan para warga di desa tersebut.
Bagaimana tidak, per-hari ini saja hampir seluruh lini kehidupan masyarakat termasuk usaha, alat-alat rumah tangga, hingga sistem pembelajaran semuanya membutuhkan listrik. Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana gelapnya kehidupan di suatu daerah di zaman serba moderen ini jika belum terhubung dengan listrik.
Melihat fakta demikian, Albarr sebagai seorang pemuda yang memiliki semangat perubahan tinggi, tentu tidak bisa bersikap acuh tak acuh. Bermodalkan ilmu yang ia dapat ketika kuliah di Fakultas Kimia, Universitas Negeri Makassar, akhirnya Albarr muda berinisiatif untuk membuat kincir air pembangkit Listrik di kampungnya pada 2008 silam.
Tidak butuh waktu lama, inisatif Albarr untuk menyediakan listrik di desa tersebut langsung disambut hangat dan dukungan penuh dari semua elemen masyarakat. Singkat cerita akhirnya Albarr dan warga setempat berkerjasama untuk membuat kincir angin pembangkit listrik.
Merasa senang dengan inisatif Albarr, warga setempat pun berbondong-bondong membendung sungai. Pohon aren dipilih Albarr untuk dijadikan sebagai pipa yang mengalirkan air ke generator bekas.
Siapa sangka, aliran air deras itu mampu menghasilkan listrik berkekuatan 3 Kwh. Sontak rasa haru Albarr dan warga saat itu tidak bisa dibendung dengan penemuan listrik tersebut.
Seiring berjalannya waktu, inisiatif kincir angin pembangkit listrik tersebut terus dikembangkan oleh Albarr. Terbukti kini instalasi yang ke-4 sudah berkepasitas 20 kwh. Listrik yang awalnya hanya bisa dialirkan ke beberapa rumah warga saja, kini sudah bisa dialirkan ke masjid, sekolah, hingga seluruh rumah warga di Desa Bacu-Bacu.
Berkat adanya listrik, keadaan sosial ekonomi di Desa Bacu-Bacu pun mulai membaik. Warga sekitar pun kini mulai membeli kulkas untuk menyimpan makanan, televisi sebagai hiburan, hingga lampu belajar untuk anak-anak mereka.
Tidak hanya itu, dengan adanya listrik yang mengalir ke desanya, minat dan semangat kerja para petani pun meningkat. Mereka merasa dipermudah dengan adanya listrik yang mengalir sebagai media untuk menggunakan teknologi pertanian moderen.
Keberhasilan Albarr dalam mencerahkan Desa Bacu-Bacu dari gelapnya malam, mendapat apresiasi tidak hanya dari warga desanya, melainkan juga dari seluruh desa-desa di sekitarnya.
Bahkan, pada tahun 2012 gagasan Albarr ini berhasil mendapatkan apresiasi dari program Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia yang diinisiasi oleh PT Astra International.
Dalam program tersebut, Albarr terpilih sebagai salah satu pemuda inspiratif yang memiliki dedikasi untuk kemajuan bangsa. Ia juga mengajak kepada muda-mudi Indonesia yang memiliki mimpi yang sama dengannya, agar bisa menghasilkan listrik-listrik di seluruh desa terpencil di Indonesia.
"Saya ingin mengajak pemuda-pemudi dengan mimpi yang sama seperti saya untuk menghadirkan listrik di desa-desa terpencil," ujar Harianto Albarr saat Bincang Inspirasi beberapa waktu silam.
Albarr merupakan Sang Pencarah, sekaligus pahlawan bagi tanah kelahirannya. Sosok inspiratif seperti Albarr sudah seharunya dijadikan sebagai role model bagi pemuda zaman now.
Semoga Indonesia bisa terus melahirkan sosok-sosok inspiratif lainnya seperti Harianto Albarr
VIVABandung - Jika mendengar istilah Sang Pencerah, maka kebanyakan orang akan langsung tertuju kepada sosok pembaharu islam dari Yogyakarta, adalah KH. Ahmad Dahlan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.
Hampir mirip dengan KH. Ahmad Dahlan, namun Sang Pencerah yang satu ini datang dari tanah Makassar, Sulawesi Selatan, adalah Harianto Albarr. Albarr merupakan seorang pemuda yang tinggal di lerang bukit Coppo Tile, Desa Bacu-Bacu, salah satu daerah terpencil di Makassar.
Tinggal di derah terpencil, Albarr bersama 1.500-an orang lainnya harus bertahan hidup tanpa adanya aliran listri yang terhubung ke desanya. Bukan tidak ada masalah, tentu dengan ketidakhadiran listrik, selain membuat desa gelap, juga berpengaruh terhadap berbagai profesi pekerjaan para warga di desa tersebut.
Bagaimana tidak, per-hari ini saja hampir seluruh lini kehidupan masyarakat termasuk usaha, alat-alat rumah tangga, hingga sistem pembelajaran semuanya membutuhkan listrik. Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana gelapnya kehidupan di suatu daerah di zaman serba moderen ini jika belum terhubung dengan listrik.
Melihat fakta demikian, Albarr sebagai seorang pemuda yang memiliki semangat perubahan tinggi, tentu tidak bisa bersikap acuh tak acuh. Bermodalkan ilmu yang ia dapat ketika kuliah di Fakultas Kimia, Universitas Negeri Makassar, akhirnya Albarr muda berinisiatif untuk membuat kincir air pembangkit Listrik di kampungnya pada 2008 silam.
Tidak butuh waktu lama, inisatif Albarr untuk menyediakan listrik di desa tersebut langsung disambut hangat dan dukungan penuh dari semua elemen masyarakat. Singkat cerita akhirnya Albarr dan warga setempat berkerjasama untuk membuat kincir angin pembangkit listrik.
Merasa senang dengan inisatif Albarr, warga setempat pun berbondong-bondong membendung sungai. Pohon aren dipilih Albarr untuk dijadikan sebagai pipa yang mengalirkan air ke generator bekas.
Siapa sangka, aliran air deras itu mampu menghasilkan listrik berkekuatan 3 Kwh. Sontak rasa haru Albarr dan warga saat itu tidak bisa dibendung dengan penemuan listrik tersebut.
Seiring berjalannya waktu, inisiatif kincir angin pembangkit listrik tersebut terus dikembangkan oleh Albarr. Terbukti kini instalasi yang ke-4 sudah berkepasitas 20 kwh. Listrik yang awalnya hanya bisa dialirkan ke beberapa rumah warga saja, kini sudah bisa dialirkan ke masjid, sekolah, hingga seluruh rumah warga di Desa Bacu-Bacu.
Berkat adanya listrik, keadaan sosial ekonomi di Desa Bacu-Bacu pun mulai membaik. Warga sekitar pun kini mulai membeli kulkas untuk menyimpan makanan, televisi sebagai hiburan, hingga lampu belajar untuk anak-anak mereka.
Tidak hanya itu, dengan adanya listrik yang mengalir ke desanya, minat dan semangat kerja para petani pun meningkat. Mereka merasa dipermudah dengan adanya listrik yang mengalir sebagai media untuk menggunakan teknologi pertanian moderen.
Keberhasilan Albarr dalam mencerahkan Desa Bacu-Bacu dari gelapnya malam, mendapat apresiasi tidak hanya dari warga desanya, melainkan juga dari seluruh desa-desa di sekitarnya.
Bahkan, pada tahun 2012 gagasan Albarr ini berhasil mendapatkan apresiasi dari program Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia yang diinisiasi oleh PT Astra International.
Dalam program tersebut, Albarr terpilih sebagai salah satu pemuda inspiratif yang memiliki dedikasi untuk kemajuan bangsa. Ia juga mengajak kepada muda-mudi Indonesia yang memiliki mimpi yang sama dengannya, agar bisa menghasilkan listrik-listrik di seluruh desa terpencil di Indonesia.
"Saya ingin mengajak pemuda-pemudi dengan mimpi yang sama seperti saya untuk menghadirkan listrik di desa-desa terpencil," ujar Harianto Albarr saat Bincang Inspirasi beberapa waktu silam.
Albarr merupakan Sang Pencarah, sekaligus pahlawan bagi tanah kelahirannya. Sosok inspiratif seperti Albarr sudah seharunya dijadikan sebagai role model bagi pemuda zaman now.
Semoga Indonesia bisa terus melahirkan sosok-sosok inspiratif lainnya seperti Harianto Albarr