Penderita Hipertensi di Indonesia Lebih Banyak dari Jantung dan Diabetes
- Times of India
BANDUNG – Hipertensi sering disebut silent killer karena sering timbul tanpa gejala, sehingga penderita tidak tahu dirinya mengidap hipertensi dan baru menyadari ketika sudah timbul penyakit penyulit atau komplikasi dari hipertensi.
Faktanya, hipertensi merupakan penyakit metabolisme nomor 1 dengan jumlah penderita paling banyak di Indonesia, bahkan lebih banyak daripada jantung dan diabetes.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018), prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1 persen atau sekitar 63.309.620 orang di Indonesia yang terkena hipertensi. Penyakit yang juga disebut sebagai tekanan darah tinggi ini terjadi pada kelompok usia produktif 31-44 tahun sebesar 31,6 persen, usia 45-54 tahun sebesar 45,3 persen, dan usia 55-64 tahun sebesar 55,2 persen.
Hipertensi bahkan menduduki posisi teratas dari 10 penyakit Penyebab Utama Kematian Nasional (Indonesia) pada 2019. Hal itu turut diungkap oleh Ahli Gizi, Nazhif Gifari, SGz, Msi.
"Hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya, hampir sebagian besar orang tidak sadar kalau mereka menderita hipertensi. Untuk mencegah hipertensi, Kemenkes juga menganjurkan untuk CERDIK: Cek kesehatan rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stres," terang Nazhif dalam webinar Peran Umami dalam Pencegahan Hipertensi dan Perbaikan Gizi Terkait Anemia, yang digelar Ajinomoto dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Makanan asin dengan tinggi garam menjadi salah satu penyebab hipertensi. Data Riskesdas RI mengatakan bahwa sebesar 29.7 persen orang Indonesia mengonsumsi makanan asin yang tinggi garam, lebih dari 1 kali per hari.
Untuk mengurangi konsumsi garam, Kementerian Kesehatan RI menganjurkan anjuran Batas Konsumsi garam adalah 2000 mg natrium atau setara dengan garam 1 sendok teh (sdt) /orang/hari (5 gram/orang/hari).
Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH DIET) juga dapat digunakan untuk pencegahan dan manajemen hipertensi dengan prinsip banyak mengonsumsi buah dan sayuran, susu rendah, lemak dan hasil olahnya serta kacang-kacangan. Konsumsi garam yang berlebihan bisa mengakibatkan diabetes, hipertensi, stroke, gagal ginjal, dan serangan jantung.
"Terapkan gizi seimbang, batasi asupan makanan dan minuman yang tinggi gula, garam dan lemak, tingkatkan konsumsi sayur dan buah serta serat setiap hari, biasakan olahraga dan lakukan aktivitas fisik selama 30 menit setiap harinya," lanjut Nazhif.
Selain itu, Nazhif juga menyarankan untuk mengendalikan stres, hindari rokok dan minuman beralkohol, dan istirahat yang cukup.
"Intervensi tenaga medis dan public health diperlukan untuk mendampingi perubahan gaya hidup sehat, sehingga dapat dipertahankan serta perubahan lingkungan yang dapat mendukung konsumsi makanan gizi seimbang," sambungnya.
Grant Senjaya, Head of Public Relations Department Ajinomoto, menambahkan, melihat risiko yang dapat diakibatkan oleh asupan garam berlebih, pihaknya merasa perlu untuk memberikan edukasi ke masyarakat akan pentingnya bijak dalam penggunaan garam melalui kampanye 'Bijak Garam' yang sedang digiatkan.
"Banyak masyarakat yang masih sulit untuk mengurangi garam, karena berpendapat bahwa makanan dengan garam yang lebih sedikit rasanya menjadi kurang enak. Mengurangi penggunaan garam dapat disiasati dengan menambahkan MSG agar rasa masakan tetap enak. Rasa yang tetap enak ditimbulkan dari rasa umami yang terkandung dalam MSG," paparnya.(dra)