Rozy Akan Nikahi Ibu Norma Risma Demi Hapus Dosa, Bagaimana Menurut Islam?
- Berbagai Sumber Sumber
Bandung – Masyarakat Indonesia tengah dihebohkan kasus perselingkuhan antara mertua dan menantu belum lama ini. Mirisnya, perselingkuhan itu berujung perzinahan hingga diketahui banyak orang. Di mana, Rozy suami Norma Risma dan ibu mertuanya digrebek oleh warga tengah di kontrakan mereka.
Teranyar, muncul akun Facebook yang diduga milik Rozy Zay Hakiki menjadi viral setelah Norma Risma membongkar kasus perselingkuhan mantan suaminya dengan ibunya sendiri.
Akun Facebook tersebut mengomentari terduga akun Facebook ibu Norma Risma, Rihanah Anah yang mengganti foto profilnya. Terduga Rozy menyinggung apakah harus menikahi mertua demi menghapus dosa perselingkuhan mereka.
“Apa saya harus menikahi mertua saya untuk menghapus semua dosa yang saya perbuat,” tulis komentar Facebook diduga milik Rozy Zay Hakiki dilansir Viva Bandung pada Senin, (02/01/2023).
Selain itu, akun facebook tersebut juga mengomentari status terduga Rihanah Anah yang membagikan potret kolase bersama suaminya. Terduga Rozy seolah mempertanyakan apakah kesalahannya akan dimaafkan Allah jika bertaubat.
“Ya ini juga kesalahan terbesar dalam hidup saya. Apa Allah mau memaafkan semua kesalahan saya jika saya bertaubat,” lanjutnya.
Sampai berita ini dinaikkan, belum diketahui apakah akun Facebook tersebut benar milik Rozy Zay Hakiki atau hanya akun palsu semata. Sebab, akun itu baru saja dibuat pada 27 Desember 2022, tak lama setelah pengakuan Norma Risma viral.
Bagaimana Pandangan Menurut Islam?
Dalam agama Islam, selingkuh adalah zina. Zina apalagi zina muhson hukumannya sangat berat dalam syariat Islam. Terlebih, zina tersebut dilakukan oleh ibu mertua dengan menantu laki-laki. Sebab, keduanya merupakan mahram, dari jalur perkawinan.
Itu artinya, bagi menantu laki-laki, ibu mertua adalah orang yang haram dinikahi, meski telah menjadi mantan mertua sekalipun. Mari menilik dasar hukumnya.
Masuk Kategori Mahram
Dalam Al-Quran surah an-Nisa ayat 23, Allah SWT memasukkan ibu mertua sebagai perempuan yang tidak boleh dinikahi.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Ibu mertua Haram Dinikahi
Imam Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat pada masa Pemerintahan Khalifah Muawiyyah. Ketika itu, Bakr ibnu Kinanah pernah menceritakan kepadanya bahwa ayahnya menikahkan dirinya dengan seorang wanita di Taif.
Bakr ibnu Kinanah melanjutkan kisahnya, "Wanita tersebut tidak kugauli sehingga pamanku meninggal dunia, meninggalkan Utrima yang juga adalah ibu si wanita itu, sedangkan ibunya adalah wanita yang memiliki harta yang banyak."
Ayahku berkata (kepadaku), "Maukah engkau mengawini ibunya?" Bakr ibnu Kinanah mengatakan, 'Lalu aku bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai masalah tersebut.' Ternyata ia berkata, 'Kawinilah ibunya!'. "Bakr ibnu Kinanah melanjutkan kisahnya bahwa setelah itu ia bertanya kepada Ibnu Umar. Maka ia menjawab, "Jangan kamu kawini dia."
Setelah itu aku ceritakan apa yang dikatakan oleh keduanya (Ibnu Abbas dan Ibnu Umar). Lalu ayahku menulis surat kepada Mu'awiyah yang isinya memberitakan apa yang dikatakan oleh keduanya. Mu'awiyah menjawab,
"Sesungguhnya aku tidak berani menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, tidak pula mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Kamu tinggalkan saja masalah tersebut karena wanita selainnya cukup banyak." Dalam jawabannya itu Mu'awiyah tidak melarang tidak pula mengizinkan aku melakukan hal tersebut. Lalu ayahku berpaling meninggalkan ibu si wanita itu dan tidak jadi menikahkannya (denganku).
Dilarang Menikahi Mantan Ibu Mertua
Masih dari sumber yang sama, Syekh Yusuf Qaradhawi dalam Fiqih Kontemporer menjelaskan, tidak boleh menikah dengan bekas ibu mertua. Baik anaknya (bekas istrinya) sudah pernah di gauli maupun belum, baik yang diceraikan sebelum digauli maupun yang meninggal sebelum digauli. Syekh Qaradhawi menjelaskan, Allah SWT sudah mengatur ini dalam Al-Qur'an.
"Diharamkan atas kalian (menga wini) ibu-ibu kalian; anak-anak kalian yang perempuan; saudara-saudara kalian yang perempuan, saudara-saudara bapak kalian yang perempuan; saudara-saudara ibu kalian yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudara lelaki kalian: anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan kalian: ibu-ibu kalian yang menyusui kalian, saudara sepersusuan kalian; ibu-ibu istri kalian (mertua) anak-anak istri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu itu (dan sudah kalian ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagi kalian) istri-istri anak kandung kalian (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS an-Nisa:23).