Hasil Panen Dikenai Pajak, Para Petani Bisa Buntung!

Ilustrasi petani
Sumber :
  • Pixabay / sasint

BANDUNG – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi menilai langkah pemerintah mencari tambahan pendapatan negara dari pajak pertanian dinilai kurang tepat.

Daftarkan Diri Anda di Program Bantuan Rp700 Ribu Tiap Bulan, Simak Caranya!

Pasalnya, hal tersebut bisa berdampak pada penurunan pendapatan para petani. Apalagi keuntungan petani dari hasil panen itu terbilang kecil.

"Saat ini, keuntungan petani atas hasil panen padi, lalu jagung sebenarnya minim sekali. Bahkan, untuk harga jual singkong ada yang sampai Rp300 perak perkilo. Kalau untungnya minim, lalu dikenakan pajak, petani akan buntung. Harusnya petani ini diproteksi, agar mereka semangat dalam menekuni usahanya," ujar mantan Bupati Purwakarta dua periode itu pada Rabu, 11 Mei 2022.

Link Daftar DANA Gratis Rp700 Ribu dari Pemerintah, No Hoax!

Merujuk dari data sensus BPS tahun 2016, ada lima juta keluarga meinggalkan usaha pertanian. Kondisi itu, menunjukan jika usaha pertanian jarang diminati oleh masyarakat karena keuntungannya yang minim.

"Kalau sekarang kembali dipajak hasil pertaniannya, semakin tidak diminati usaha ini, malah ditinggalkan," kata Dedi.

Buruan Daftar Pakai LINK Ini, Dapatkan Bantuan DANA Rp700 Ribu Sekaligus

Padahal, sektor pertanian ini sangat strategis dalam membangun ketahanan bangsa, dan ketahanan pangan. Sebab, para petani-lah yang menyiapkan kebutahan pangan untuk jutaan masyarakat Indonesia. Karena itu, kondisinya jangan diperlemah, ditakutkan akhirnya ketahanan pangan terkena imbasnya.

Seharusnya, jelas Dedi Mulyadi, para petani itu dijaga, dilindungi dan diperkuat agar mereka tetap semangat untuk berproduksi. Kalau, saat ini hasil usaha minim lalu dikenai pajak, otomatis para petani pun akan lari cari usaha lain.

"Petani jagung untungnya minim, karena pabrikan pakan aya, kita lebih suka ke jagung impor. Harusnya diproteksi, impor jagung dihentikan agar jagung petani kita diserap dan harga menjadi bagus," jelasnya.

Kebutuhan pangan ini harus benar-benar diproyeksikan mandiri, dan juga berusaha tidak semua tergantung untuk impor. Pertanian yang bisa dihasilkan di dalam negeri  harusnya maksimalkan dengan pengembangan strategi pertanian yang tepat.

"Kadang pemerintah sendiri yang sisi perencanaanya lemah, pemetaan komoditas lemah, makanya harga pertanian, seperti sayuran mudah jatuh, rentan terpuruk," papar Dedi.

Diharapkan, pemerintah menunda, lebih bagus dibatalkan aturan pajak untuk hasil pertanian agar penghasilan petani tidak terus tergerus.

"Saya ini keliling nemui petani padi, sayuran. Seperti petani padi di Karawang, saat panen sekaraang banyak kena hama. Harga sayuran bagus sebelum lebaran, kini jatuh lagi. Fluktuatif sekali," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah mengeluarkan aturan baru soal pajak, di mana sektor pertanian akan diterapkan pajak sesuai dengan Peraturan Menetri Keuangan (PMK) Nomor 64 Tahun 2022.

Sektor pertanian yang dikenai pajak itu yakni hasil dari panen padi, jagung, kacang-kacangan (kacang tanah dan kacang hijau), umbi-umbian (ubi kayu atau singkong), ubi jalar, talas, garut, gembili, dan umbi lainnya. Di mana hasil panen akan dipungut pajak sebesar 1,1 persen final dari harga jual.(aga)