Kasus Pengadaan Charging EV Mobil Listrik PLN Dinilai Janggal, Kuasa Hukum Angkat Bicara
VIVABandung - Kasus perkara pidana nomor 758/Pid.B/2021/PN Jkt.Sel atas terdakwa Prasetyo Adi Nugroho, Supriyanto, S.E., dan Hikmat Hayat mendapat atensi yang begitu tinggi dari kuasa hukum terdakwa.
Mereka menduga bahwa Jaksa Muda Yerich Mohda, S.H., M.H., melakukan pelanggaran prinsip keadilan dengan diduga merekayasa fakta hukum dalam dakwaan.
Priagus Widodo, S.H., yang merupakan salah satu kuasa hukum terdakwa, menegaskan bahwa sang jaksa telah melanggar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa.
"Kami menemukan indikasi kuat bahwa fakta hukum dalam perkara ini telah direkayasa. Jaksa tidak hanya gagal menghadirkan bukti yang memadai, tetapi juga mengabaikan fakta yang menunjukkan bahwa klien kami tidak bersalah," kata Priagus Widodo.
Dalam bunyi dakwaan, terdakwa dituduh melanggar Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 372 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan penipuan.
Namun fakta persidangan berkata lain, justri klien mereka terbukti tidak pernahmenerima aliran dana atau keuntungan dari tindakan yang didakwakan.
"Tidak ada bukti bahwa klien kami memiliki niat jahat atau mens rea. Bahkan, dalam perkara ini, klien kami adalah korban yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu," tambah Priagus.
Hasil dari fakta persidangan pelaku utama, Eki Sairoma Situmeang, telah mengakui dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa ia melakukan penipuan dengan memalsukan surat, cap, dan jabatan PLN.
Eki juga meminta Heri, Direktur PT Kerjasama Untuk Negeri, untuk mencari perusahaan lain guna menjalankan proyek kedua untuk pengadaan EV charging dan MCB.
Heri melakukan pembayaran kepada supplier yang ditunjuk oleh Eki, yang akhirnya menyebabkan kerugian bagi korban, PT Dima Investindo.
"Eki telah mengakui semuanya. Dialah yang melakukan pemalsuan dan mengarahkan Heri untuk mencari pihak lain menjalankan proyek. Heri hanya menjalankan tugas sesuai arahan Eki, tetapi malah dijadikan terdakwa," ujar Priagus.
Tidak sampai di situ, kasus ini terus menuai kontroversi, terlebih saat majelis hakim menyebut dalam pertimbangan putusan sela pada Oktober 2021 bahwa fakta hukum dakwaan jaksa bersifat imajiner.
Adapun terdakwa lainnya dalam hal iniEki Sairoma Situmeang, Ade Maulana, Wan Muhammad Robby Minaldi, dan Ratudin Ali, dinilai memiliki peran lebih besar dalam perbuatan yang merugikan korban.
"Seharusnya jaksa fokus pada pelaku utama dan mengusut aliran dana secara menyeluruh. Namun, justru klien kami yang dijadikan kambing hitam tanpa dasar hukum yang kuat," tegas Priagus.
Kuasa hukum juga menyampaikan kritik tajam atas penggunaan kesaksian Caroline, saksi de auditu yang dianggap tidak memiliki legalitas sah sebagai Legal Manager PT. Dima Investindo.
"Kesaksian Caroline dipenuhi ketidakkonsistenan dan tidak seharusnya dijadikan dasar dakwaan. Tetapi, jaksa tetap menggunakannya, yang menunjukkan lemahnya proses hukum dalam perkara ini," jelas Priagus.
Alhasil tim kuasa hukum kini mendesak agar pengadilan segera memeriksa ulang semua fakta yang sudah dipaparkan. Mereka juga meminta Jaksa Agung untuk mengusut adanya dugaan pelanggaran etik oleh jaksa yang menangani kasus ini.
"Kami hanya berharap keadilan ditegakkan. Klien kami tidak pantas menjadi korban dari sistem hukum yang penuh penyimpangan seperti ini," pungkas Priagus Widodo.
"Fakta-fakta ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses hukum yang sedang berjalan, sehingga keadilan dapat diberikan kepada semua pihak yang terlibat. Kami hanya berharap kepada Majelis Hakim sebagai wakil Tuhan memberikan putusan dengan membebaskan klien kami" pungkas Priagus Widodo.