DPR Sebut Vonis Hukum Mati Ferdy Sambo Akan Berubah, Ini Alasannya
- VIVA/M Ali Wafa
Viva Bandung – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memvonis mati Ferdy Sambo, Senin (13/2/2020).
Atas pembunuhan Brigadir Jenderal J, Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J itu mendapat hukuman maksimal dari pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Meski Sambo dijatuhi hukuman mati, ia masih memiliki kesempatan untuk menghindari hukuman yang mengerikan itu. Hal itu disampaikan Arsul Sani, anggota Komisi III DPR.
Politisi PPP itu mengatakan, hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo bisa diringankan menjadi penjara seumur hidup. Hukum pidana baru dapat mengubah hukuman mati Ferdy Sambo, yang kemungkinan besar akan berlaku pada tahun 2026 karena perubahan hukum pidana baru.
"Jadi dengan vonis mati Pak Ferdy Sambo juga ada peluang untuk mengubahnya menjadi seumur hidup berdasarkan sistem peradilan pidana [baru] kita," kata Arsul, Selasa (14/2/2023) di gedung DPR, Jakarta Pusat.
Putusan Sambo belum final. Pasalnya, mantan Kadiv Propam Polri itu masih bisa mengajukan keberatan atau kasasi terhadap kasasi tersebut.
"Bahkan setelah itu, Anda bisa meminta tindakan luar biasa berupa amnesti," kata Arsul. Proses ini bisa memakan waktu hingga tiga tahun. Setelah tiga tahun, hukum pidana baru akan mulai berlaku.
"Pada bulan Desember [2026] undang-undang pidana baru akan berlaku," katanya.
Di bawah undang-undang pidana baru, tersangka yang dijatuhi hukuman mati harus terlebih dahulu menjalani hukuman 10 tahun penjara.
“Jika selama ini dia telah berperilaku baik, menjadi warga masyarakat yang baik, memenuhi tata tertib yang ditetapkan oleh fasilitas pengadilan. Kemudian hukumannya akan diubah menjadi penjara seumur hidup, putusnya.
Sebelumnya, pengacara kondang Hotman Paris mengatakan dalam sebuah video pendek bahwa hukum pidana baru memiliki cacat logika hukum.
"Tiap pasal yang saya baca di KUHP bikin pusing. Dasar hukumnya di mana orang membuat undang-undang. Di Pasal 100, ini (salah satunya)," kata Hotman, Senin (13/2/2023).
"Pasal 100 menyatakan bahwa terpidana mati tidak bisa langsung dieksekusi. Anda harus memiliki waktu sepuluh tahun untuk melihat apakah dia mengubah perilakunya," tambahnya.
Dengan item ini, catatan perilaku baik seorang penjaga penjara menjadi sangat berharga.
"Alih-alih hukuman mati, semua orang rela mempertaruhkan apapun untuk mendapatkan catatan kriminal dari sipir," jelas Hotman.
"Jadi artinya ada sidang, dia divonis mati, tapi tidak bisa dieksekusi," imbuhnya