Ikut Langkah Megawati, Rizieq Shihab hingga Din Syamsudin Ajukan Diri Sebagai Amicus Curiae ke MK
- Viva.co.id
VIVA Bandung - Pentolan FPI Rizieq Shihab dan Din Syamsuddin telah mengajukan diri sebagai amicus curiae alias sahabat pengadilan dalam sengketa Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri melalui Sekjen Hasto Kristiyanto sudah terlebih dahulu mengajukan diri sebagai amicus curiae.
Selain ketiga tokoh tersebut, ada juga deretan nama tokoh FPI seperti Munarman, Ahmad Shabri Lubis hingga Yusuf Martak.
"Kami adalah kelompok warga negara Indonesia yang memiliki keprihatinan mendalam terhadap keberlangsungan dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia, utamanya dan pertama-tama adalah dalam tegaknya keadilan yang berdasarkan pada asas negara hukum yang berkeadilan," ujar kuasa hukum Habib Rizieq, Aziz Yanuar, dalam keterangan resminya, Rabu, 17 April 2024.
Dalam dokumen yang dikirim pada Rabu, 17 April 2024, ada 4 poin penting yang ditulis sebagai bahan pertimbangan hakim MK untuk memutuskan.
Pertama, memohon hakim MK untuk mencegah terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang merak anggap terjadi di Pemilu 2024.
"Oleh karena itu, kami berharap, Mahkamah Konstitusi, sebagai kekuatan balancing of power yang merupakan bagian dari trias politica, agar dapat kembali meluruskan perjalan bangsa dan negara ini, kembali pada rel konstulitusi yang berdasarkan pada keadilan dan berorientasi pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," tulisnya.
Kedua, memohon kepada hakim untuk memutuskan sengketa tersebut secara bijaksana, adil serta berpengaruh baik bagi etos politik Indonesia kedepannya.
"Untuk itu kami berharap, agar Yang Mulia Hakim Konstitusi, secara sungguh-sungguh menggunakan kewenangan yang diatur oleh konstitusi dan perundangan dibawahnya, untuk mencapai tujuan hukum yaitu berupa tegaknya keadilan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, terjaminnya pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yang berdasarkan etika dan tidak memberi ruang bagi terjadinya conflict of interest dalam penyelenggaraan negara diseluruh aspek," katanya.
Ketiga, diduga adanya praktik penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, dalam hal ini Presiden.
"Untuk itu adalah tepat kiranya secara kelembagaan negara, Mahkamah Konstitusi, mengambil peran untuk meluruskan berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan yang melenceng dari semangat reformasi," katanya.
Keempat, bisa saja terjadinya 3 k, yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme juga dinasti politik yang akan menyebabkan marwah Indonesia sebagai negara Demokrasi hilang.
"Kita semua telah mengalami, betapa buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersendikan otoritarianisme, diktatorisme, opresif, represif, korupsi, kolusi dan nepotisme serta dinasti politik yang mengakibatkan penyakit kebodohan struktural dan kemiskinan struktural yang sangat bertentangan dengan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945," ujar Habib Rizieq dkk.
"Kami mendesak kepada Yang Mulia Hakim Konstitusi, untuk mengembalikan kehidupan berbangsa dan bernegara kepada tujuan sebagaimana pembukaan UUD 1945," imbuhnya.