Kontroversi Produk Kecantikan Athena, BPI KPNPA RI Desak Bareskrim Segera Periksa dr Richard Lee

Kepala Biro Hukum BPI KPNPA Argha Yudistira
Sumber :
  • Istimewa

Bandung, VIVA – Dugaan kasus yang melibatkan dokter Richard Lee dan produk kecantikan dari Athena Group telah menjadi perhatian publik, terutama setelah adanya laporan dari Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan tersebut didasarkan pada dugaan bahwa beberapa produk Athena Group yang disita oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak memenuhi standar keamanan yang diperlukan, khususnya produk yang melibatkan penggunaan jarum suntik, seperti DNA Salmon.

Kepala Biro Hukum BPI KPNPA Argha Yudistira mengatakan, melihat seriusnya dugaan pelanggaran ini, Bareskrim Polri perlu segera mengambil tindakan untuk memeriksa dokter dr Richard Lee. Langkah ini penting untuk memastikan apakah ada kelalaian atau pelanggaran hukum dalam proses produksi dan distribusi produk-produk Athena Group. Pemeriksaan ini juga akan menjadi langkah awal yang krusial dalam memastikan bahwa produk-produk yang beredar di pasar benar-benar aman untuk digunakan oleh konsumen.

"Salah satu alasan utama untuk segera memeriksa dr Richard Lee adalah kekhawatiran mengenai penggunaan jarum suntik yang dijual bersama produk DNA Salmon. Penjualan bebas alat medis seperti jarum suntik tanpa pengawasan medis merupakan pelanggaran serius yang dapat berdampak besar pada kesehatan masyarakat. Jarum suntik yang digunakan tanpa prosedur medis yang benar berpotensi menyebabkan penularan penyakit serius seperti hepatitis dan HIV' ungkap Argha pada awak media, Sabtu (31/8/2024).

BPI KPNPA RI juga mengkhawatirkan kemungkinan bahwa jarum suntik bekas dapat didaur ulang atau digunakan kembali oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, yang tentu saja akan meningkatkan risiko kesehatan lebih lanjut.

"Pemeriksaan terhadap dr Richard Lee oleh Bareskrim Polri juga akan memberikan klarifikasi yang dibutuhkan untuk mengatasi isu ini. Dengan memeriksa secara menyeluruh, Bareskrim dapat mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dan menentukan apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian yang dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum. Jika terbukti ada pelanggaran, ini tidak hanya akan memberikan keadilan bagi konsumen yang terdampak, tetapi juga menjadi pelajaran penting bagi produsen produk kecantikan lainnya untuk selalu mematuhi standar keamanan yang ketat," tegasnya.

Kepala Biro Hukum BPI KPNPA Argha Yudistira

Photo :
  • Istimewa

Selain itu, tindakan cepat dari Bareskrim akan menunjukkan komitmen yang kuat dari pihak kepolisian dalam penegakan hukum, khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan kesehatan dan keselamatan masyarakat dengan memproses laporan ini secara serius.

"Bareskrim Polri dapat membantu menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dan juga terhadap sistem pengawasan produk yang ada di Indonesia. Ini penting untuk memastikan bahwa kasus serupa tidak terjadi di masa depan dan bahwa semua produk yang beredar di pasaran telah memenuhi standar yang diperlukan," kata Argha.

Langkah pemeriksaan ini juga akan memberikan sinyal positif kepada publik bahwa Bareskrim Polri tidak akan mengabaikan kasus-kasus yang berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat. Ini akan menciptakan efek jera bagi pelaku industri yang mungkin mempertimbangkan untuk mengabaikan regulasi demi keuntungan semata. Pada akhirnya, kepentingan konsumen harus selalu menjadi prioritas utama dalam industri apapun, termasuk industri kecantikan.

"Secara keseluruhan, pemeriksaan terhadap Dr. Richard Lee oleh Bareskrim Polri bukan hanya langkah yang diperlukan, tetapi juga langkah yang tepat dalam upaya melindungi masyarakat dari produk-produk yang berpotensi berbahaya," tutur Argha.

Dengan tindakan tegas ini, lanjut dia, Bareskrim dapat membantu memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam distribusi dan penjualan produk medis atau kosmetik bertanggung jawab atas kualitas dan keamanan produk yang mereka tawarkan kepada publik.