Ketum PDIP Megawati Digugat Kader Sendiri di PN Jakpus, Dianggap telah Melanggar Hukum

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri
Sumber :
  • Instagram

Bandung, VIVA - Ketua Umum (Ketum) PDI-P Megawati Soekarno Putri digugat kader sendiri alias kader PDIP di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Gugatan tersebut terdaftar dengan  nomor perkara 540/Pdt.G/2024/PN.Jk.Pst, tanggal 5 September 2024, gugatan ini dibuat oleh beberapa anggota PDIP.

Dalam gugatannya, mereka mendesak agar Megawati bertanggung jawab atas seluruh surat rekomendasi (SK) PDIP soal pencalonan kepala daera di berbagai kabupaten/kota hingga provinsi.  

"Dimana SK rekomendasi ketua partai tersebut diduga cacat hukum dan menimbulkan keadaan yang sulit dikembalikan kepada keadaan semula secara hukum terhadap para anggota PDIP dan masyarakat seluruh Indonesia," ujar Anggiat BM Manalu, kuasa hukum kader PDIP Djufri dkk, dalam keterangannya, Sabtu (7/9/2024).

Selain itu, mereka menganggap SK tersebut cacat hukum lantaran kepengurusan Megawati sebagai Ketum sudah selesai pada Agustus 2024.   

"Sehingga (Megawati) tidak lagi berwenang untuk mengangkat dan melantik pengurus baru PDIP untuk tahun 2019-2024 hingga 2025," ujar Anggiat.

Lanjutan penjelasannya, jika dilihat dari AD/ART PDIP, setiap kali akan menyusun kepengurusan DPP PDIP maka harus melakukan kongres terlebih dahulu. Alhasil mereka menilai kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024 hingga 2025, dinggap tidak sah dan cacat secara hukum. 

Selain itu, penggugat juga menyoal SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang saat itu dikeluarkan oleh Yasonna Laoly yang juga kader PDIP. 

"Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, dalam kabinet Presiden RI Joko Widodo, yang juga pengurus inti DPP PDIP, diduga mendapatkan perintah dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri selaku Tergugat I," ujar Anggiat. 

Tidak hanya Megawati, dalam penggugatan kali ini, mereka juga mengarah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai tergugat II. 

Dalam petitum gugatannya, Penggugat memohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan PMH tersebut dikabulkan seluruhnya. 

"Memohon majelis hakim supaya menyatakan penerbitan SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, batal demi hukum. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat," tutup Anggiat.