JAN Desak Polda Aceh Periksa Bustami Kandidat Gubernur Aceh Kasus Korupsi Wastafel
- VIVA.co.id
Bandung, VIVA – Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) Aceh Raya mendesak Polda Aceh untuk segera memeriksa Bustami Hamzah, mantan Penjabat (PJ) Gubernur Aceh yang kini mencalonkan diri sebagai gubernur dalam Pilkada Aceh 2024-2029. Desakan ini terkait dugaan aliran dana korupsi pengadaan wastafel di Dinas Pendidikan Aceh pada tahun 2020. Proyek ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 43,7 miliar, dengan kerugian negara mencapai Rp 7,2 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh.
Kasus ini bermula dari pengadaan wastafel untuk sekolah yang dimaksudkan sebagai upaya pencegahan Covid-19. Namun, proyek tersebut menjadi ladang korupsi bagi sejumlah pejabat dan pelaksana. Persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh mengungkap adanya skema korupsi yang melibatkan banyak pihak, termasuk Bustami Hamzah yang kini mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh periode 2024-2029.
Memo Berisi Nama Penerima Paket
Dalam persidangan, terungkap bahwa memo terkait nama-nama pemilik paket pengadaan wastafel berasal dari Bustami Hamzah, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Keuangan Aceh, serta Teuku Nara Setia. Memo ini diberikan kepada terdakwa Rachmat Fitri, yang merupakan Pengguna Anggaran sekaligus Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
Rachmat Fitri mengaku merasakan kejanggalan sejak awal perencanaan proyek ini, terutama setelah hanya Teuku Nara yang dipanggil menghadap Gubernur Aceh Nova Iriansyah pada April 2020. Setelah pertemuan itu, Teuku Nara menyampaikan bahwa proyek wastafel tersebut dikendalikan oleh Kautsar Muhammad Yus, mantan Anggota DPR Aceh, dan koleganya, Hendra Budian.
38 Penerima Aliran Dana
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebanyak 38 orang disebut menerima aliran dana dari proyek wastafel ini. Beberapa nama penerima termasuk:
1. Hendri Yuliadi: Rp 1,48 miliar
2. Zulkamaen Alias Aduen: Rp 531 juta
3. Herli: Rp 740 juta
4. Mursalin: Rp 477 juta
5. Ridha Mafdhul: Rp 271 juta
6. Abdul Hanif: Rp 382 juta
7. Wiki Nofiandi: Rp 411 juta
8. Syifak Muhammad Yus: Rp 281 juta
9. Ferry Hermansyah: Rp 195 juta
10. Fadhal Husen: Rp 149 juta
11. Muslem: Rp 225 juta
12. Naufal Ramli: Rp 149 juta
13. Nuransyah: Rp 177 juta
14. T. Syahrizal: Rp 142 juta
15. T. Izin Als Apung: Rp 144 juta
16. Muhammad Hafidh: Rp 88 juta
17. T. Mursalli: Rp 132 juta
18. Rajuan: Rp 131 juta
19. Imran: Rp 77 juta
20. Fachrul Razi: Rp 99 juta
21. M. Arif Kurniawan: Rp 103 juta
22. Herizal: Rp 48 juta
23. Razi: Rp 83 juta
24. Irwansyah: Rp 67 juta
25. Suprijal Yusuf: Rp 66 juta
26. T. Iskandar Als Tuis: Rp 65 juta
27. Khairul Fajr: Rp 82 juta
28. Muhammad Als Cek Mad: Rp 42 juta
29. Ampon/T. Roman: Rp 36 juta
30. Syafii: Rp 22 juta
31. Roni Yulianto: Rp 41 juta
32. Bustami Hamzah: Rp 38,5 juta
33. Asnawi: Rp 24 juta
34. Syahril: Rp 48 juta
35. Pak Imran: Rp 42 juta
36. K. Veri: Rp 31 juta
37. T. Syahrizal Als Abang: Rp 21 juta
Keterlibatan Bustami
JAN menegaskan bahwa Bustami Hamzah, yang menerima dana sebesar Rp 38,5 juta, harus diperiksa karena posisinya saat itu sebagai pejabat penting. Fakta bahwa dia sekarang mencalonkan diri sebagai gubernur menambah urgensi penyelidikan terhadap keterlibatannya. "Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Kandidat gubernur Aceh Bustami Hamzah harus diperiksa karena jelas terlibat dalam aliran dana ini," ujar Alimin, perwakilan JAN Aceh Raya, Jumat (4/10/2024)
Permintaan Praperadilan
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) telah mengajukan praperadilan untuk meminta penyidikan lebih lanjut atas Bustami Hamzah, Teuku Nara Setia, dan pejabat lain yang diduga terlibat. Mereka menekankan bahwa penghentian penyidikan terhadap beberapa nama dilakukan tanpa transparansi, yang menunjukkan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum.
YARA Mendesak Polda Aceh untuk bertindak tegas dan segera memeriksa Bustami Hamzah dan pejabat lainnya. Ini penting untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan transparan.
Keterlibatan Bustami Hamzah dalam dugaan korupsi ini menuai reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat di Aceh. Sebagai kandidat gubernur untuk periode 2024-2029, banyak yang mempertanyakan integritas dan kelayakan Bustami untuk memimpin provinsi. Aktivis antikorupsi di Aceh mendesak agar para calon pemimpin memiliki rekam jejak yang bersih dari kasus hukum, terutama yang berkaitan dengan penyalahgunaan dana publik.
“Kami tidak ingin Aceh dipimpin oleh individu yang namanya tercemar kasus korupsi,” ujar Anon aktivis Aceh. Menurutnya, Pilkada 2024 harus menjadi momen bagi masyarakat Aceh untuk memilih pemimpin yang berkomitmen pada pemerintahan yang bersih dan transparan. "Kasus ini harus diusut tuntas sebelum proses pemilihan dimulai agar masyarakat dapat menilai secara objektif," tambahnya.
Reformasi Pengadaan Barang dan Jasa
Kasus korupsi pengadaan wastafel ini juga menyoroti perlunya reformasi dalam sistem pengadaan barang dan jasa di Aceh. Sejumlah pihak mendesak agar pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengadaan, terutama pada proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran negara. Kebijakan refocusing anggaran yang semestinya digunakan untuk penanganan Covid-19 malah menjadi celah bagi oknum tertentu untuk memperkaya diri.
JAN berharap agar kasus ini menjadi ujian bagi sistem penegakan hukum di Aceh. Mereka meminta agar Polda Aceh memanggil dan memeriksa Bustami Hamzah serta pejabat terkait lainnya tanpa menunggu lebih lama.