Jangan Salah Paham, Ini Hubungan Sunah Rasul Dengan Malam Jumat

ilustrasi kulit wajah cantik saat lebaran
Sumber :
  • alodokter.com

BANDUNG – Banyak orang salah paham karena mengaitkan antara hubungan suami istri di malam Jumat dengan sebutan sunah Rasul. Sebenarnya, sunah Rasul yang berkenaan dengan keluarga atau hubungan suami istri bukan hanya terkait masalah seksual. Sebab, salah satu tujuan utama berumah tangga adalah memiliki keluarga sakinah.

3 Posisi Seks Nakal ala Kama Sutra, Nomor 1 Bikin Ketagihan

Dilansir dari nu.or.id, pada Kamis, 23 Juni 2022, sebenarnya ada beberapa dalil yang mengarah antara hubungan suami istri di malam Jumat dengan sunah Rasul.

Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani mengutip riwayat yang menyebut pernikahan para nabi di hari Jumat.

Bolehkah Suami Istri Melakukan Hubungan Badan Saat Malam Takbiran?

روى أنس بن مالك رضي الله عنه بالإسناد الذي ذكرناه في المجلس الأول قال سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن يوم الجمعة فقال يوم صلة ونكاح قالوا كيف ذلك يا رسول الله قال لأن الأنبياء عليهم الصلاة والسلام كانوا ينكحون فيه

Artinya: “Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan dengan sanad yang telah kami sebutkan di bab pertama, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW ditanya perihal hari Jumat. Rasulullah menjawab: “(Jumat) adalah hari hubungan dan perkawinan”.

Karena Memiliki Taring, Ustadz Khalid Basalamah Sarankan Umat Islam Tidak Pelihara Kucing

Sahabat bertanya: “Bagaimana demikian, ya Rasulullah?” Nabi Muhammad SAW menjawab: Para nabi dahulu menikah di hari ini,”.

Hari Jumat merupakan hari pernikahan beberapa rasul dan orang shaleh. Jumat merupakan hari perkawinan Nabi Adam AS dan Siti Hawa, Nabi Yusuf AS dan Zulaikha, Nabi Musa AS dan Shafura (Zipora) binti Nabi Syu’aib AS, Nabi Sulaiman AS dan Bilqis.

Selain itu, juga pernikahan Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW dan Siti Aisyah, dan Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah Az-Zahra.

Ada beberapa pendapat ulama mengenai hubungan suami istri di malam Jumat. Ada yang mengatakan bahwa sunnah waktu berhubungan intim yang berpahala adalah sebelum menunaikan shalat Jumat.

Yaitu sejak pagi sampai sebelum salat Jumat, bukan pada malam hari (sebelum subuh). Terdapat dalil terkait sunnah ini dan penjelasan ulama.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا

Artinya: “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat (dengan membasuh kepala dan anggota badan lainnya), membuat mandi, pergi di awal waktu, mendapati khutbah pertama, mendekat pada imam, mendengar khutbah, serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun,” (HR Tirmidzi).

An-Nawawi Rahimahullah menjelaskan, ada tiga pendapat ulama terkait dengan lafaz ( اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ). Beliau menjelaskan:

“Diriwayatkan cara membacanya yaitu ‘gasala’ (dengan takhfif pada huruf sin) dan riwayat lainnya ‘gassala’ (dengan tasydid pada huruf sin). Dua cara baca ini adalah dua riwayat yang masyhur. Yang rajih (lebih kuat) menurut muhaqqiqun (peneliti) adalah tanpa tasydid huruf sin.

Berdasarkan cara baca ini, ada tiga pendapat dalam maknanya: Berhubungan intim dengan istri. Hal ini disampaikan oleh az-Zuhri. Beliau mengatakan “Dan dikatakan ‘membuat istri mandi wajib’, jika berhubungan intim dengan istri.”; Membasuh kepala dan bajunya; Berwudu,” (Al-Majmu‘, 4: 543).

Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan makna ‘gassala‘ adalah berhubungan intim dengan istri. Beliau berkata: “Makna gassala adalah berhubungan intim dengan istrinya. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Waki’,” (Zadul Ma’ad, 1: 385).

Melakukan hubungan suami istri di malam Jumat atau bahkan di Jumat pagi bisa saja dilakukan, dan bisa menjadi sunah rasul jika melihat beberapa keterangan di atas.

Hikmah dari sunnah berhubungan intim sebelum salat Jumat adalah agar pikiran menjadi lebih tenang, segar, serta fokus dalam melakukan ibadah yang akan dimulai, yaitu shalat Jumat.

Berhubungan badan dengan istri juga memiliki banyak keuntungan, terlepas dari kapan waktu dilakukannya. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,

وَأَمَّا الْجِمَاعُ وَالْبَاهُ، فَكَانَ هَدْيُهُ فِيهِ أَكْمَلَ هَدْيٍ، يَحْفَظُ بِهِ الصِّحَّةَ، وَتَتِمُّ بِهِ اللَّذَّةُ وَسُرُورُ النَّفْسِ، وَيَحْصُلُ بِهِ مَقَاصِدُهُ الَّتِي وُضِعَ لِأَجْلِهَا

“Adapun jimak, berhubungan badan, maka petunjuk beliau –Nabi SAW– dalam hal ini adalah petunjuk yang paling sempurna. (Jimak) menjaga kesehatan, kelezatan dan keceriaan jiwa akan menjadi sempurna. Akan tercapai semua maksud yang ditujukan (kemaslahatan),” (Thibbun Nabawi, 1: 187). (Irv)