Geger! Pengakuan Tersangka Jual Ginjal Bekasi ke Kamboja
Viva Bandung – Salah satu tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jual ginjal di Bekasi ke Kamboja mengaku tidak mendapatkan keuntungan sama sekali. Hal tersebut diakui oleh Hanim (41) sebagai koordinator TPPO jual ginjal Bekasi-Kamboja.
"Enggak ada untung sama sekali, malah kalau dihitung ininya malah rugi, karena dorongan," ucapnya.
Hanim juga mengatakan bahwa keluarganya tengah kesulitan ekonomi. Lantas terbersit di kepalanya untuk mendonorkan ginjal. Dia pun mencari cara menjual ginjal melalui media sosial dan menemukannya. Pada Juli 2019, Hanim berangkat ke Preah Ket Mealea Hospital, Kamboja, untuk menjalani operasi transplantasi ginjal.
Dalam aksi nekat tersebut, Hanim mendapatkan keuntungan Rp120 juta. Mereka bertemu dengan seseorang yang dipanggil Miss Huang. Perannya dalam mengatus semua hal terkait transplantasi ginjal di Kamboja. Setelah transplantasi, Hanim diminta untuk menjadi koordinator jual-beli ginjal jaringan Indonesia-Kamboja oleh broker dan Miss Huang.
Pria asal Subang tersebut akhirnya menyanggupinya. Dengan timnya dari tahun 2019, Hanim mencari orang-orang yang ingin mendonorkan ginjalnya via media sosial. Karena Pandemi COVID-19, Hanim baru bisa memberangkatkan korban-korbannya pada tahun 2023.
Lalu pada Maret 2023, Hanim mendapatkan 40 orang yang ingin transplantasi ginjal. Namun berdasarkan medical check up, hanya 35 orang yang dinilai layak untuk mendonorkannya. Pada bagian ini, Hanim bercerita bahwa dia akhirnya malah buntung, bukan untung.
"Nah ternyata di bulan Maret itu ada info tidak jadi, tidak jadi proses. Jadi 35 itu dipulangkan. Itu biaya ini itu jadi kasbon saya ke Rumah Sakit (Preah Ket Mealea)," katanya.
Hanim mengku dirinya mencari lagi korban dan dapat 31 orang untuk berangkat pada Juni 2023. Dari sini, dia juga mengklaim tidak mendapat keuntungan. Alasannya karena dia memiliki utang Rp700 juta ke Preah Ket Mealea Hospital.
Sempat terlintas di pikirannya untuk berhenti menjalankan bisnis ini. Tapi lantaran utangnya belum lunas, hal ini pun terus dilakukannya.
"Nah kemudian ada pemberangkatan lagi bulan Juni, itu tetap saya kasbon lagi. Utang saya ke rumah sakit itu sebesar Rp700 juta lebih. Jadi kalau dihitung-hitung itu enggak ada, saya enggak ada (untung). Saya sempat pas anak-anak dipulangkan karena gagal proses, saya sempat ngomong ke Miss Huang, 'Miss kalau kayak gini, saya mendingan berhenti aja. jangan dilanjutin.' (Dijawab) 'jangan gitu Mas, nanti kasbonan Mas Hanim segini gedenya gimana cara bayarnya?’" ujar Hanim lagi.
Diketahui, Polri mengungkap sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di Bekasi menjual ginjal korbannya ke Kamboja.
"Pada kesempatan ini, tim gabungan Polda Metro Jaya, Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Polres Metro Bekasi dibawah asistensi dari Dittipidum Bareskrim Polri, serta Divhubinter telah mengungkap perkara TPPO dengan modus eksploitasi, penjualan organ tubuh manusia jaringan Kamboja," ujar Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto di Markas Polda Metro Jaya, Kamis 20 Juli 2023.
Adapun korbannya mencapai ratusan. Sementara itu, untuk total tersangka dalam kasus ini ada 12 orang. Dua diantaranya adalah anggota polisi dan imigrasi. Namun, Karyoto mengatakan keduanya diluar sindikat.
"Telah memakan total korban sebanyak 122 orang," katanya.
Ke-12 tersangka itu masing-masing berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L. Mereka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kemudian ada satu anggota Polri berinisial Aipda M alias D dan serta seorang pegawai imigrasi berinisial AH alias A. Untuk Aipda M dijerat Pasal 22 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Juncto Pasal 221 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (obstruction of justice / perintangan penyidikan).
Kemudian, untuk pegawai imigrasi berinisial AH alias A disangkakan Pasal 8 Ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.