Heboh! Keputusan MK Dianggap Rancu, Hastag Mahkamah Keluarga pun Trending di Twitter
- Viva.co.id
Bandung - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi telah mengabulkan gugatan uji materi terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi usia 40 tahun dan atau pernah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah, rupanya seakan-akan memberikan peluang bagi anak Presiden Jokowi yang juga sedang menjabat sebagai Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi salah satu kontestasi pada pemilu presiden tahun 2024.
Alhasil, keputusan MK ini pun menjadi sorotan netizen di dunia maya. Istilah Mahkamah Keluarga menjadi trending di media sosial Twitter. Apalagi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengungkapkan perubahan sikap MK berubah ketika Ketua MK Anwar Usman menghadiri Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
pembahasan putusan perkara 90-91/PUU-XXI/2023 dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi, termasuk Anwar Usman yang sekaligus paman dari Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
"Kena prank semua sama MK. Ternyata MK memang benar Mahkamah Keluarga, haha...," tulis seorang netizen di Twitter. "Gimana? Apa rasanya kena prank Hari ini? Yg Kami pikir profesional, yg Kami pikir amanah... Ternyata njekethek, Jujur KamiMuak teramat muak!!! Melihat drama keluarga ini.. Slamat tinggal Mahkamah Konstitusi. Slamat berkuasa Mahkamah Keluarga. Ingat Jabatan hanya titipan," timpal netizen lainnya. "Mahkamah Konstitusi apa Mahkamah Keluarga seh???" ungkap yang lainnya.
"MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuai sudah berpengalaman sebagai kepala daerah. Bener-bener sudah berubah jadi Mahkamah Keluarga nih MK sekarang," lanjut yang lainnya.
Keputusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materi terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan Almas Tsaqibbirru, mahasiswa asal Solo, Jawa Tengah.
Dalam putusannya, MK memutuskan penambahan frasa dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut MK, frasa ‘berusia paling rendah 40 tahun’ dalam UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara 1945.
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilihi melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin, 16 Oktober 2023.
Dengan demikian, frasa ‘berusia paling rendah 40 tahun’ dalam pasal 169 huruf 1 UU Pemilu diubah menjadi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’.
Sehingga, Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’," katanya.