Muhammadiyah Desak Anwar Usman Mundur Sebagai Hakim MK
- VIVA.co.id
VIVA Bandung - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, mundur sebagai hakim MK usai terbukti bersalah melakukan pelanggaran etik berat. Menurut PP Muhammadiyah, hal itu harus dilakukan, agar kepercayaan publik terhadap MK bisa kembali membaik. Selain itu, mundurnya Anwar Usman akan menjaga marwah, wibawa dan martabat MK sendiri.
"MHH PP Muhammadiyah menuntut kepada Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi demi menjaga marwah, martabat dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi serta mengembalikan kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia," dikutip dari siaran pers resmi PP Muhammadiyah, Rabu, 8 November 2023.
Muhammadiyah juga beranggapan, seharusnya Anwar Usman mendapatkan sanksi Pemberhentian Secara Tidak Dengan Hormat (PTDH) usai terbukti melanggar etik berat. Hal tersebut juga telah diatur di dalam undang-undang MK pasal 41 huruf c dan pasal 47 peraturan MK.
"MHH PP Muhammadiyah menilai bahwa pelanggaran etik berat seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," tulisnya.
Meski begitu, Muhammadiyah tetap akan menghormati keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas sanksi yang telah disepakati.
"Memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang telah bekerja dengan cermat, teliti, dan cepat dalam menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi," tulisnya.
'Sebelumnya, MKMK telah memutuskan, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK terhadap Anwar Usman. Hal itu lantaran Anwar terbukti bersalah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa petang.
Jimly mengatakan bahwa Anwar Usman terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, yakni Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.
Dalam keterangannya, Ketua MKMK JImly Asshiddiqie membeberkan alasan dirinya mengambil keputusan tersebut, hal itu mengacu pada Peraturan MK. Hakim Konstitusi yang diberhentikan secara tidak hormat nantinya dapat mengajukan banding. Sedangkan Majelis Banding nantinya dibentuk berdasarkan PMK.
"Nah, ini membuat putusan Majelis Kehormatan menjadi tidak pasti, sementara kita sedang menghadapi proses persiapan pemilihan umum yang sudah dekat, kita memerlukan kepastian yang adil, gitu loh, untuk tidak menimbulkan masalah-masalah yang berakibat pada proses pemilu yang tidak damai, proses pemilu yang tidak terpercaya," terang Jimly.
"Nah untuk itulah kami memutuskan berhenti dari ketua sehingga ketentuan dari majelis banding tidak berlaku. Karena dia tidak berlaku, maka putusan MKMK yang dibacakan hari ini mulai berlaku hari ini dan dalam 2x24 jam harus sudah diadakan pemilihan," imbuhnya.
Mantan Ketua MK periode pertama ini menegaskan, putusan yang telah diambil MKMK terhadap Anwar Usman harap dihormati dan dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena MKMK ini dibentuk berdasarkan UU yang diimplementasikan dalam PMK.
"Namun dalam rekomendasi yang kami sarankan kepada MK, sebaiknya PMK-nya diperbaiki, tidak usah ada banding-banding itu, kalau memang diperlukan ya diatur UU supaya tidak jeruk makan jeruk," tegasnya.