Jaringan Aktivis Nusantara Desak Gebrakan Hokky Situngkir dalam Percepatan Transformasi Digital
Bandung, VIVA – Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) menyampaikan dukungan sekaligus desakannya kepada Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) yang baru, Hokky Situngkir, untuk segera membuat gebrakan signifikan dalam mempercepat transformasi digital nasional. Dalam pernyataannya, JAN menyoroti tantangan-tantangan besar yang harus diatasi untuk memperkuat ekosistem digital, terutama dalam hal keamanan siber, literasi digital, dan pemerataan akses internet.
"Kami percaya bahwa Hokky Situngkir memiliki kapasitas untuk membawa perubahan. Namun, ada beberapa isu mendesak yang harus menjadi prioritas, termasuk penguatan keamanan siber dan percepatan infrastruktur digital, terutama di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T)," ujar Ketua JAN, Romadhon Jasn, Jumat (13/9/2024), di Jakarta.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa hingga 2023, lebih dari 12.500 desa di Indonesia masih belum terjangkau akses internet yang memadai. Meskipun upaya perluasan jaringan terus dilakukan, kesenjangan digital masih menjadi masalah serius, terutama di wilayah 3T. JAN menilai, Hokky perlu meluncurkan program strategis yang dapat memastikan percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah tersebut.
"Akses internet adalah hak dasar dalam era digital ini, dan Hokky harus memastikan bahwa tidak ada lagi masyarakat yang tertinggal," tambah Romadhon.
Selain itu, ancaman keamanan siber menjadi perhatian utama. Laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 1,6 juta serangan siber yang menargetkan sektor pemerintah dan swasta sepanjang tahun 2023. Menurut JAN, Aptika masih memiliki kelemahan dalam penguatan regulasi keamanan siber dan penegakan hukum terhadap kejahatan siber. JAN mendorong Hokky untuk mengambil langkah tegas, seperti membentuk *Cybersecurity Task Force* yang melibatkan kolaborasi lintas lembaga, serta memperkenalkan kampanye literasi keamanan siber bagi masyarakat luas.
JAN juga menyoroti perlunya meningkatkan literasi digital, terutama di kalangan pelaku UMKM. Data dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menunjukkan bahwa hanya sekitar 20 persen UMKM yang telah beralih ke platform digital secara efektif. JAN berharap Hokky dapat memperkenalkan program pelatihan intensif bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah agar mereka dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan daya saing.
Di sisi lain, kelemahan Aptika saat ini juga terletak pada pengawasan konten digital, terutama terkait penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan konten berbahaya lainnya. JAN mendesak agar regulasi terkait platform digital diperkuat, mengingat media sosial telah menjadi sumber utama penyebaran informasi palsu yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Dengan sejumlah tantangan ini, JAN percaya bahwa Hokky Situngkir perlu membuat terobosan besar dalam waktu dekat untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya mampu beradaptasi tetapi juga unggul dalam era transformasi digital.