Penyidik Dinilai Ngawur, Ketua APSI Jatim Wakili Kliennya Gugat Praperadilan Kapolres Sumenep

Ketua APSI Jawa Timur, Sulaisi Abdurrazaq
Sumber :
  • Dokumentasi Pribadi

Bandung, VIVA – Ketua Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Jawa Timur, Sulaisi Abdurrazaq mewakili kliennya (H, SB, MM, SH dan S) resmi mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolres Sumenep di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Madura, Jawa Timur.

PN Bandung Cabut Status Tersangka Pegi Setiawan, Begini Reaksi POLRI

Gugatan praperadilan ini didasari penetapan H, SB, MM, SH dan S sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana melakukan kekerasan terhadap barang sebagaimana Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana.

Diceritakan Sulaisi, peristiwa itu berawal dari pemberian mandat Pemerintah Desa (Pemdes) Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep kepada 10 orang termasuk 5 klienya itu untuk kerja bakti pelebaran jalan menuju wisata Pantai Badur.

Tak Percaya dengan Putusan PN Bandung, POLRI Pelajari Lagi Praperadilan Pegi Setiawan

"10 orang tersebut melaksanakan tugasnya atas dasar surat mandat dari hasil rapat Pemdes Badur untuk menyambut Event Ojhung di Pantai Badur," kata Sulaisi, Sabtu (14/9/2024).

Singkat cerita, mereka kemudian dilaporkan oleh warga karena dinilai pelaksanaan kerja bakti itu mengenai bibit padi milik warga.

Pegi Bebas dan Menang, POLRI Pelajari Putusan Praperadilan Secara Runtun

Sedangkan menurut Pemdes Badur, tidak ada bibit padi yang terimbas pelebaran jalan tersebut, kecuali rerumputan liar di pinggiran jalan dan lahan yang menurut Pemerintah Desa Badur adalah tanah kas desa (TKD).

“Atas dasar itu, mereka (warga, red) melaporkan klien saya ke Polres Sumenep. Kemudian, Polres Sumenep menetapkannya sebagai tersangka,” tambahnya.

Karena hal itu, Sulaisi menyebut, penetapan para tersangka ini diduga tanpa bukti kuat. Ia bahkan menilai Polres Sumenep ngawur dan sewenang-wenang.

"Ada dua alasan. Pertama, salah mengenai pelaku/orang/subjek hukum, karena para tersangka adalah perangkat desa dan tokoh masyarakat yang menerima mandat untuk kerja bakti dari Pemerintah Desa," ujar Direktur LKBH IAIN Madura itu. 

Dia pun menjelaskan pasal 14 ayat (8) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memberi ketentuan bahwa ”badan dan/atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tanggungjawab kewenangan tetap pada pemberi mandat".

"Artinya terhadap kewenangan yang diperoleh melalui surat mandat tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada pemberi mandat, bukan pada para tersangka," jelasnya.

Itulah menurut Sulaisi, mengapa penyidik harus mempunyai pengetahuan tentang hukum pemerintahan dan jangan hanya tahu mau menghukum orang.

Kedua, lanjut dia, salah mengenai hukumnya atau penerapan hukum karena pejabat yang diberi mandat untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana. Padahal Pasal 170 adalah delik Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum.

"Bagaimana bisa pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan menggunakan anggaran negara dijerat dengan delik Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum?" tanya Sulaisi.

"Itu tanda penyidik tak punya wawasan sehingga sewenang-wenang atau ugal-ugalan menetapkan tersangka terhadap klien saya," tegasnya.

Dirinya pun meminta agar Pengadilan Negeri Sumenep mengoreksi perilaku penyidik agar tidak salah menerapkan hukum dan tidak menjerat orang yang tidak bersalah.

Diketahui, sidang perdana praperadilan ini akan digelar di Pengadilan Negeri Sumenep pada Senin 23 September 2024 mendatang.