Sayur untuk Biaya Sekolah: Inovasi Pendidikan Inklusif dari Banyuwangi
- VIVA Jatim
VIVABandung – Pendidikan adalah hak fundamental setiap anak bangsa dan menjadi kunci utama kemajuan suatu negara. Namun, akses terhadap pendidikan berkualitas masih menjadi tantangan bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Di tengah tantangan ini, Muhammad Farid hadir dengan solusi kreatif yang mengubah paradigma pendidikan di Banyuwangi.
Pada tahun 2005, di usia 34 tahun, Farid mendirikan sekolah alam di bawah naungan Yayasan Banyuwangi Islamic School.
Dengan lahan seluas 3.000 meter persegi, sekolah ini mengusung konsep unik yang belum pernah ada sebelumnya: sistem pembayaran menggunakan sayuran dan doa. Bahkan, untuk siswa yang benar-benar tidak mampu, sekolah ini memberikan pendidikan secara gratis.
Awal pendirian sekolah bukanlah perjalanan yang mudah. Bersama sahabatnya, Suyanto Khoiru Ichwan, Farid harus mencari anak-anak putus sekolah untuk diajak belajar dengan fasilitas seadanya, yang hanya terdiri dari sebuah aula, musala kecil, dan satu sanggar.
Konsep bangunan yang sederhana dan terbuka sengaja dipilih untuk memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi para siswa.
Keunikan sekolah ini tidak hanya terletak pada metode pembayarannya. Para siswa tidak diwajibkan mengenakan seragam setiap hari, kecuali pada hari Senin dan Selasa. Bahkan, siswa yang tidak memiliki sepatu tidak dipaksa untuk mengenakannya.
Sayuran yang diterima sebagai pembayaran diolah menjadi makanan untuk santri boarding school atau digunakan untuk mendukung kebutuhan sekolah. Di masa awal, sayuran tersebut bahkan digunakan untuk membayar honor guru.
Kurikulum sekolah dirancang dengan menggabungkan pendekatan modern dan pesantren salafiyah. Selain mata pelajaran umum, siswa juga belajar Bahasa Arab, menghafal Al-Qur'an, dan mendapatkan pengajaran bahasa asing seperti Inggris, Jepang, dan Mandarin.
Area sekolah yang luas juga memungkinkan siswa untuk terlibat dalam kegiatan outbound yang menyenangkan.
Inspirasi Farid mendirikan sekolah alam ini berawal dari pengamatannya terhadap model pendidikan serupa di kota-kota besar yang hanya dapat diakses oleh kalangan atas.
Bersama Suyanto, ia bertekad membawa konsep ini ke Banyuwangi dengan biaya yang lebih terjangkau, bahkan berhasil menarik minat siswa dari luar kota.
Dedikasi Farid dalam memberikan akses pendidikan berkualitas bagi masyarakat kurang mampu mendapat pengakuan dengan diraihnya penghargaan SATU Indonesia Awards 2010 dari Astra International Tbk.
Kisah Muhammad Farid membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tidak boleh menjadi penghalang untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Inisiatif "Sayur untuk Sekolah" ini menjadi bukti nyata bahwa kreativitas dan kepedulian sosial dapat menciptakan solusi yang membawa perubahan positif dalam masyarakat.
Semoga kisah inspiratif ini dapat memotivasi lebih banyak anak muda Indonesia untuk berinovasi dalam memberikan akses pendidikan berkualitas bagi semua lapisan masyarakat.****