Kelompok Pemuda Batak Kecewa Dilarang Masuk Sidang Ferdy Sambo
- VIVA/ Zendy Pradana.
Bandung – Ketua DPC Kelompok Pemuda Batak Bersatu Jakarta Timur, Hiras Silitonga, mengatakan ingin mengikuti sidang dakwaan Ferdy Sambo Cs dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"(Tujuannya) kita mengikuti sidang Brigidir J. Kita dukungan itu ajalah," kata Hiras di depan PN Jakarta Selatan, Senin, 17 Oktober 2022.
Tak hanya itu, sejumlah anggota yang tergabung dalam Kelompok Batak Bersatu juga penuhi gerbang gedung PN Jakarta Selatan. Sejumlah anggota tersebut juga berteriak kepada anggota polisi yang berjaga.
"Kita bukan penjahat pak, jangan ditahan-tahan untuk masuk," ujar anggota kelompok itu.
Sebelumnya, sidang berlangsung sekitar pukul 10.00 WIB di Ruang Utama Oemar Seno Adji Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berdasarkan pantauan di lokasi, Ferdy Sambo mengenakan baju bermotif batik dengan dilengkapi masker berwarna hitam. Tak hanya itu, Ferdy Sambo membawa sebuah buku berwarna merah saat hendak masuk ke ruang sidang.
Ia tampak dikawal sejumlah anggota polisi dan jaksa. Meski demikian, tak diketahui apa isi dari buku berwarna merah tersebut. Ferdy Sambo juga tampak diikat menggunakan borgol polisi.
Saat ini, empat terdakwa kasus pembunuhan berencana telah tiba di gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keempat terdakwa datang secara terpisah. Yakni Putri Candrawathi, Bripka RR dan Kuat Ma'ruf datang bersamaan sekitar pukul 8.30 WIB.
Namun demikian, Ferdy Sambo tiba satu jam kemudian setelah kedatangan tiga terdakwa lainnya. Ferdy Sambo datang sekitar pukul 9.30 WIB.
Dalam dakwaan sebelum digelarnya persidangan itu, Ferdy Sambo mengaku sempat ditanya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengenai penembakan Brigadir Yosua. Sambo ditanya oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo apakah ikut menembak Brigadir Yosua.
Hal tersebut tertuang dalam surat dakwaan tersangka obstruction of justice Arif Rachman pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel).
Surat tersebut berisikan bahwa Sambo menceritakan terkait pertemuannya dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, Kombes Agus Nurpatria, dan Harun, di Kantor Propam Polri.
Usai ditanya Kapolri, Sambo menjelaskan kronologi sesuai dengan skenario karangannya tentang baku tembak Bharada E dan Brigadir J.
"Saya sudah menghadap pimpinan dan menjelaskan. Pertanyaan pimpinan cuma satu yakni “Kamu nembak nggak Mbo?" kata Sambo dalam surat dakwaan tersebut.
Setelah itu, Sambo mengaku tidak ikut menembak Brigadir Yosua. Sebab, kata dia, jika dirinya ikut menembak Yosua, kepala Yosua akan pecah. Sebabnya, Sambo memegang senjata dengan kaliber 45.
"Ferdy Sambo menjawab “Siap tidak jenderal, kalau saya nembak kenapa harus di dalam rumah, pasti saya selesaikan di luar, kalau saya yang nembak bisa pecah itu kepalanya (jebol) karena senjata pegangan saya kaliber 45," tulis surat dakwaan tersebut.
Kemudian, daripada itu, Ferdy Sambo meminta kepada Brigjen Hendra Kurniawan agar menangani kasus Brigadir J dan juga memerintah mengaburkan peristiwa Magelang.
"Mohon rekan-rekan untuk masalah ini diproses apa adanya sesuai kejadian di TKP, keterangan saksi dan barang bukti yang diamankan. Untuk kejadian di Magelang tidak usah dipertanyakan, berangkat dari kejadian Duren Tiga saja. Baiknya untuk penanganan tindak lanjutnya di Paminal saja," tulis surat dakwaan.