MUI Jawab Tantangan Soal Tabayyun, Panji Gumilang Malah Menolak
Bandung – Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, KH. Muhammad Cholil Nafis, menjawab langsung pernyataan pimpinan Ponpes Al Zaytun bahwa MUI telah mengirimkan surat untuk mengunjungi dan menyelidiki Pondok Pesantren Al Zaytun.
Dalam diskusi Catatan Demokrasi di tvOne, Cholil Nafis mengatakan bahwa MUI telah mengirimkan surat untuk melakukan investigasi ke Pondok Pesantren Al Zaytun, tetapi Cholil menegaskan bahwa MUI tidak melakukan Tabayyun.
"Jadi yang bohong itu kita apa dia gitu? Yang jelas ada suratnya, ada juga balasan dari dia (Panji Gumilang) dari lembaga masjidnya itu bahwa Al Zaytun itu tidak bisa menerima MUI sampai akhir 2023 karena sibuk dengan kegiatan," ungkap Cholil Nafis.
Bahkan bukan hanya satu kali MUI mengirimkan untuk bertabayyun kepada Al Zaytun, namun selalu mendapatkan penolakan dari Ponpes Al Zaytun.
"Demikian juga kita secara terang-terangan bawa surat dan mau ketemu yang kedua kalinya itu juga tidak diterima," sambungnya.
Meski begitu, KH. Muhammad Cholil Nafis mengatakan kalau tim peneliti yang dibentuk oleh MUI ada yang berhasil masuk ke dalam Al Zaytun.
"Kalo masuk, ada tim jadi kita ada tiga model dari penelitian ini. Yang pertama ada yang terang-terangan tadi mau tabayun, artinya kita mengirim surat kita mau ketemu baik-baik Mau ketemu sama dengan ketika di gedung sate itu juga udah siap teman-teman juga mau ketemu tapi nggak mau kalau ada orang MUI," Kata Cholil Nafis.
Beliau juga mengatakan kalau secara informal sempat beberapa kali tim peneliti dari MUI yang berhasil masuk dan menggali informasi di Ponpes Al Zaytun.
"Kalau yang formal memang nggak pernah masuk, tapi informal masuk, kan banyak teman-teman yang juga jadi dosen di situ begitu juga temannya dosen nginep di situ tanpa sepengetahuan," ungkapnya.
"Jadi sebenarnya kalau kita bicara penelitian kita ada yang terang-terangan ada yang diam-diam ada yang kita minta informasi kepada masyarakat terkait baik alumni yang masih aktif maupun yang sudah keluar," lanjutnya.
"Kita banyak informasi bahkan dari pengamat pun kita juga mendapatkan masukan, jadi sebenarnya kalau dalam kerangka SOP, penelitian kami itu kan memang dari informasi didalami, kalau bisa ada tabayyun langsung," ungkap Cholil Nafis.
Cholil Nafis juga dengan tegas menjawab kalau MUI sejauh ini baru mengeluarkan satu fatwa terkait kontroversi Al Zaytun dan fatwa tersebut pun keluar setelah melewati kajian panjang.
"Saya ingin menjawab kepada Panji Gumilang berkenaan dengan mengatakan kita mengeluarkan fatwa kami mengeluarkan fatwa itu baru satu yang kemarin lusa apa yang minggu yang lalu tentang khatib Jumat yang lalu itu hasil kajian," tutup Cholil Nafis
Selain itu, Panji Gumilang, pimpinan pondok pesantren Al Zaytun, secara terang-terangan menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang menetapkan fatwa tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu.
Dia mengatakan bahwa tindakan MUI pada pondok pesantren Al Zaytun tidak sesuai dengan akhlak islam, dan dia merasa bahwa tindakan MUI membuat vonis yang terlalu dahul.
"Saat itu kami sampaikan dengan syarat tidak ada Majelis Ulama (MUI). Karena Majelis Ulama telah memvonis sebelum tabayyun. Setelah divonis baru akan tabayyun. Ini hal yang keluar dari akhlak Islam dan itu bukan kelakuan umat Islam,” ungkap Panji Gumilang dalam YouTube Al-Zaytun Official (25/06).
Hal tersebut menurut Panji Gumilang tidak sesuai dengan akhlak umat muslim yang seharusnya melakukan tabayyun atau meminta konfirmasi terlebih dahulu memutuskan sesuatu.
“Syekh kemudian bertanya, adakah majelis ulama di sini, kalau ada, syekh tidak mau ikut acara ini,” ucapnya.
Panji Gumilang dengan tegas menolak MUI untuk terlibat dalam percakapan dengan tim investigasi Gubernur Jawa Barat. Menurutnya, MUI adalah lembaga yang memberikan fatwa atau justifikasi sebelum ber-tabayyun.
“Karena MUI adalah lembaga yang memberikan fatwa sebelum tabayyun, memberikan justifikasi sebelum tabayyun. Sudah dikatakan komunis, AS Panji Gumilang komunis, dasarnya hanya TikTok, kemudian mengatakan Al Zaytun sesat, sudah dikatakan oleh Majelis Ulama,” ucap Panji Gumilang.
“Jadi, itu namanya bukan tabayyun, tidak mengerti akhlak tabayyun. Itu berarti mengaku ulama tapi mengartikan tabayyun saja sudah tidak tepat,” tambahnya.