Alami Kasus KDRT Ferry Irawan, Venna Melinda : Pembelajaran Hukum Bagi Korban Lain
- Instagram Venna Melinda
VIVA Bandung –Venna Melinda memberikan tanggapan soal vonis satu tahun penjara yang dijatuhkan kepada sang suami, Ferry Irawan, karena kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ia ingin kasus yang menimpa dirinya ini bisa dijadikan pelajaran, khususnya bagi sesama kaum hawa.
"Sebetulnya, kasus KDRT ini bukan soal puas enggak puas ya. Karena aku lebih memaknai proses hukumnya sendiri. Aku sebagai korban KDRT pengin kasus aku ini jadi pembelajaran khususnya bagi perempuan," ungkap Venna Melinda kepada awak media di kawasan Tendean, Jakarta Selatan, pada Kamis, 25 Mei 2023.
Venna pun membeberkan tanggapannya tentang vonis Ferry. Simak ulasan selengkapnya di bawah ini.
Venna Melinda mengimbau agar para korban KDRT berani angkat bicara. Ia sendiri jadi benar-benar paham proses hukum soal kasus KDRT setelah mengalami langsung kejadian pahit ini.
"Kalau kita speak up, mau enggak mau, kita jadi melek hukum. Dari proses persidangannya sendiri kan sudah bisa dilihat ya, bagaimana saksi fakta, saksi ahli, saksi dari pihak Ferry, saksi dan kesaksian dari aku sendiri dari pihak korban, proses hukum itu aku maknai betul," katanya.
Bukan hanya itu, Venna pun merasa diuji mentalnya saat tersandung kasus KDRT. Baginya, tidak banyak korban KDRT yang berani bersuara karena mentalnya jatuh.
"Menjadi orang yang berani speak up tentang KDRT itu tentang mental sih, jadi kalau soal vonisnya berapa, itu sudah kewenangan hakim. Aku sendiri sebagai korban mempercayakan kepada negara," ucapnya.
"Justru, ini jadi batu loncatan buat aku supaya kasus ini bisa jadi pembelajaran hukum bagi korban KDRT. Pasti sebelumnya banyak yang gak berani speak up karena masalah mental itu tadi. Semuanya diuji, mulai dari mental, kesabaran," sambungnya.
Selain itu, kini, bagi Venna, memberikan sosialisasi tentang pentingnya melek hukum KDRT merupakan salah satu hal penting. Baginya, bersuara tentang kasus KDRT bukan aib di sebuah biduk rumah tangga.
"Jadi, memang ini enggak mudah jika kita bicara puas atau tidak puas? Ini adalah proses hukum juga di Indonesia, mensosialisasikan bahwa KDRT itu adalah bukan aib. Itu dulu, mengubah paradigma orang. Khususnya korban dan keluarga bahwa, kalau kita speak up, itu bukan membuka aib seseorang which is itu suami kita," terangnya.
Baginya, jika memang benar menjadi korban KDRT, seseorang harus berani angkat suara. Meski begitu, ia pun sadar bahwa hal itu tidaklah mudah. Namun, hal itu tetap harus dilakukan.
"Karena KDRT itu ada 4 ya, KDRT fisik, KDRT psikis, KDRT seksual dan penelantaran ekonomi. Apa yang saya alami itu enggak mudah, tapi yang saya yakini selama kita benar, kita harus berani bicara," pungkasnya.