Ridwan Kamil: Banyak Pelajaran dari 23 Tahun Perjalanan Hidup Eril
- Tangkap layar YouTube Humas Jabar
BANDUNG – Prosesi pemakaman Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril selesai dilaksanakan di Cimaung, Kabupaten Bandung, pada Senin, 13 Juni 2022.
Usai menabur bunga di atas tempat peristirahatan terakhir almarhum Eril, Gubenur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyampaikan sambutan penuh harunya untuk melepaskan kepergian sang putra sulung tercinta, ananda Eril.
Dalam sambutannya, Ridwan Kamil mengungkapkan sepenggal cinta tentang Eril. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah hidup 23 tahun perjalanan anak sulungnya tersebut.
Selain itu, Ridwan Kamil juga mengungkapkan isi hatinya selama pencarian Eril di Sungai Aare, Bern, Swiss selama 14 hari.
Berikut sepenggal cinta Ridwan Kamil tentang ananda Eril.
"14 hari bisa terasa pendek dalam hidup rutin yang sehari-hari. Tapi 14 hari ini menjadi begitu panjang dalam kehidupan kami. Kami bertanya-tanya mengapa harus selama ini ya Allah, mengapa tidak lebih cepat agar semua lekas berlalu. Supaya kami yang hidup tidak terlalu lama mengharu biru. Tapi waktu adalah rahasia Allah yang masih bisa dipecahkan apalagi menyangkut tentang kelahiran dan kematian.
Waktu adalah relatif, begitulah kata orang-orang yang arif. Dan akhirnya kami menerimanya dengan hati yang lapang, sebab kami bisa menemukan banyak sekali petunjuk yang terang. Dalam rentan 14 hari yang sejujurnya sangat melelahkan namun kami pun mendapatkan banyak pelajaran dan menerima kearifan.
Tentang hidup Eril yang secara kasat mata rasanya terlalu singkat, tapi setelah dicermati ternyata kehidupannya sangat padat penuh manfaat. 23 tahun mungkin belum cukup untuk menghasilkan karya-karya yang besar. Namun terbukti ternyata memadai untuk menjadi manusia yang dicintai dengan akbar.
Kami belajar tentang hidup yang tidak semata terdiri atas lamanya hari, tetapi tentang tiap hela nafas yang dipakai berbuat baik walau kecil dalam sehari-hari. Kami mengikhlaskan Eril pergi karena kami akhirnya menyadari bahwa Allah telah mencukupkan seluruh amal-amalnya untuk menutupi kemungkinan bertambah kekhilafannya.
Mungkin akan berat tapi kami sebetulnya sudah menyiapkan hati kalau kami tidak akan pernah lagi melihat jasadnya untuk terakhir kali. Bukankah Eril lahir di New York yang berada jauh di seberang, mengapa tidak jika ia wafat di Swiss yang jauhnya juga tidak berbilang. Bukankah setiap jengkal tanah adalah milik Allah yang menentukan segala pergi dan pulang.
Luncuran doa yang dipanjatkan dari berbagai penjuru negeri adalah limpahan pertanda yang lebih dari cukup bagi kami untuk yakin barangkali Allah memang yang menghendaki, agar kepulangannya disambut baik oleh langit dan bumi.
Bagaimana mungkin kami tidak merasa dilimpahi oleh rahmat dan karunia, saat jenazah yang terbaring ini berada di air berhari-hari masih utuh lagi sempurna. Itulah salah satu keyakinan kami bukti adanya mukjizat yang akhirnya alhamdulillah kami diberi sempat untuk melihat tanda kekuasaan Allah sang pemberi berkat pelajaran bagi kita yang beriman dan pandai membaca isyarat.
Kematian Eril merupakan kehilangan yang sangat telak dan juga pengalaman yang sungguh dahsyat. Dalam momentum waktu yang nyaris sejajar, kami merasakan kehilangan yang paling besar. Tapi seketika itu juga kami merasa dilimpahi kasih yang akbar. Terkahir, kami sangat bersyukur dianugerahi seorang putra yang dalam hidupnya bahkan dalam pulangnya masih mendatangkan cinta kepada kami sang orangtua."