Buntut Undang Anies Baswedan, Acara Diskusi di Gedung Indonesia Menggugat Dibatalkan Pemprov Jabar
- VIVA.co.id
VIVA Bandung - Komunitas Mahasiswa di Bandung yang menamai dirinya aktivis pro demokrasi dan pergerakan mahasiswa yang terkumpul dalam suatu wadah yang mereka namai Change Indonesia, Pada hari Minggu, 8 Oktober 2023, awalnya akan menggelar kegiatan diskusi dengan teman "Demi Ibu Pertiwi; Saatnya Perubahan".
Dalam kegiatan ini pun panitian awalnya akan menghadirkan calon presiden (Capres) koalisi perubahan, Anies Rasyid Baswedan selaku cendekiawan sekaligus cucu keturunan dari salah satu pahlawan Indonesia, Abdurrahman Baswedan (Anggota BPUPKI).
Acara tersebut sebetulnya sudah mengantongi izin secara tertulis dari UPTD Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat selaku pengelola tempat acara, terhitung beberapa hari sebelum gelaran acara dilakukan.
Perlu diketahui, GIM selama ini memang kerap dijadikan tempat kegiatan diskusi oleh masyarakat terkait Isu-isu Politik terkini, karena memang sesuai dengan esensi tempat tersebut.
Karena merasa telah memiliki izin secara tertulis dari pengelola, pihak panitia pun telah mempersiapkan segala sesuatunya. Namun petaka terjadi di Sabtu malam tepatnya tanggal 7 Oktober 2023, sekitar pukul 23.00.
Tiba-tiba seorang pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Provinsi Jawa Barat menyampaikan pembatalan kepada panitia atas izin yang telah diberikan. Pemberitahuan mendadak itu pun hanya disampaikan secara lisan saja tanpa adanya surat resmi dari instansi terkait pada saat detik-detik menjelang acara.
Usai pembetalan ini viral, Ketua Bela Amin Jabar, Dr. KH. Maman Imanulhaq pun angkat bicara. Menurut Maman, hal ini merupakan kinerja yang sangat buruk pada tata kelola ruang-ruang publik yang dikelola oleh pemerintah setempat.
"Gedung Indonesia Menggugat, selayaknya sebagai situs bersejarah adalah ruang publik. Dimana Publik bisa melakukan kegiatan, berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana dijamin oleh konstitusi," ujar Maman.
Pembatalan secara sepihak ini dinilai memberikan catatan buruk bagi pemerintah pemprov Jabar terutama pj Gubernur Jabar, Bey Machmudin. Dan juga menyakiti hati para aktivis prodemokrasi.
"Hanya karena yang datang kebetulan adalah salah satu Capres yang diminta berpendapat soal perubahan bangsa saat ini, sepertinya ada yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran sosok capres pengusung perubahan ini," ungkapnya.
Maman tentu sangat menyayangkan hal ini, padahal Gedung Indonesia Menggugat (GIM) yang tepat berada di jalan Perintis Kemerdekaan no 5 Bandung ini merupakan Gedung bersejarah, dimana Presiden pertama, Soekarno dan para pemuda nasionalis dari PNI (Partai Nasionalis Indonesia) diadili di Landraad Bandung sekitaran tahun 1930.
GIM telah menjadi tempat bersejarah di mana proses politik kebangsaan telah menjadi jalan menuju perubahan bagi bangsa. Dalam masa penjajahan, bangsa Indonesia menggugat kolonialisme dengan tujuan mencapai kemerdekaan, seperti yang terjadi melalui pledoi yang menggemparkan yang disampaikan oleh Soekarno pada waktu itu.
Namun demikian, upaya pembatalan yang dilakukan oleh oknum pegawai Disparbud Provinsi Jawa Barat ini, karena sampai saat ini surat resmi dari pihak Pemerintah Provinsi tidak pernah disampaikan kepada panitia, tidak dapat dianggap sebagai keputusan resmi.
Oleh karena itu, panitia tetap akan melaksanakan acara sesuai rencana. Kyai Maman menegaskan bahwa upaya pembatalan ini jelas-jelas merupakan tindakan menghalang-halangi, represif, dan tidak adil terhadap salah satu pilihan rakyat dalam menyampaikan aspirasi politik mereka, dalam hal ini calon presiden Anies Baswedan.
Menurut pandangan Kyai Maman, terbukti bahwa terjadi penurunan indeks demokrasi di Indonesia, dan Pemerintah Daerah Jawa Barat, dalam hal ini Pemerintah Daerah Jawa Barat, merupakan aktor utama dalam merusak nilai-nilai demokrasi dan bersikap sewenang-wenang dalam pilihan politik rakyat di Indonesia saat ini.
Seharusnya Pemerintah Provinsi Jabar dapat bersikap adil dan netral dalam situasi politik yang sedang berkembang saat ini. Terlebih lagi, pada waktu yang sama dan di fasilitas yang sama-sama dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jabar, yaitu Gedung Youth Center Komplek Sarana Olahraga (SOR) Arcamanik, salah satu partai mengadakan kegiatan yang dihadiri oleh Ketua Umum partai politik tersebut.
Selain SOR Arcamanik, Gedung Merdeka yang juga dimiliki dan dikelola oleh pemerintah, beberapa bulan yang lalu juga digunakan oleh salah satu partai bahkan untuk acara politik dan dihadiri oleh Gubernur Jabar saat itu.
Hal yang sama terjadi di Lapangan Tegalega, Monumen Perjuangan Jawa Barat (Monju), bahkan jalan Diponegoro depan Gedung Sate sering ditutup dan digunakan untuk kegiatan politik.
Jika praktik pembatalan, penjegalan, pelarangan, pembubaran, dan sikap ketidakadilan ini terus dilakukan oleh pemerintah provinsi, dalam hal ini oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jabar, maka komponen masyarakat sipil yang pro demokrasi akan mengambil sikap yang lebih keras terhadap pemerintah provinsi, termasuk PJ Gubernur Jawa Barat, dalam memastikan keadilan bagi warga yang melakukan kegiatan politik kebangsaan sebagaimana dijamin oleh konstitusi kita.