Kombinasi Kepemimpinan Prabowo-Gibran: Harmoni Perbedaan Menuju Indonesia Emas
- Viva.co.id
Bandung, VIVA – Dalam beberapa pekan terakhir, media sosial ramai membahas perbedaan antara Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka untuk periode 2024-2029.
Diskusi ini didorong oleh perbedaan gaya kepemimpinan mereka, khususnya terkait minat Prabowo yang sangat gemar membaca, sementara Gibran secara terbuka pernah mengakui bahwa dirinya kurang tertarik dengan kegiatan membaca. Meski demikian, Wasekjend BRP, Romadhon Jasn mengingatkan publik bahwa kekuatan masing-masing pemimpin ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas dan tidak sebatas satu aspek saja.
Prabowo Subianto, yang dikenal dengan latar belakang militer dan pengalaman panjang di politik, kerap menekankan pentingnya membaca dalam membentuk pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia. Ia bahkan memiliki perpustakaan pribadi yang luas di kediamannya di Hambalang, Bogor yang menjadi tempat favoritnya untuk menyelami buku-buku yang ia baca.
Salah satu buku yang disebut memiliki pengaruh besar terhadap dirinya adalah The Warrior of The Light karya Paulo Coelho. Bagi Prabowo, membaca adalah sarana untuk belajar dari sejarah dan memahami dinamika sosial serta politik global. Ini adalah bagian integral dari pendekatan kepemimpinannya yang berbasis pengetahuan dan pengalaman mendalam.
Sebaliknya, Gibran Rakabuming Raka yang dikenal sebagai pengusaha muda dan politisi yang terjun ke dunia politik lokal di Solo, memiliki gaya kepemimpinan yang lebih pragmatis. Meski pernah menyatakan bahwa dirinya bukan seorang pembaca buku yang antusias, Gibran tetap memiliki kekuatan dalam pendekatan praktisnya, terutama dalam berinteraksi dengan generasi muda. Koneksi Gibran dengan kelompok milenial dan kedekatannya dengan akar rumput membuatnya lebih peka terhadap perubahan sosial yang cepat dan kebutuhan masyarakat pada level mikro.
Romadhon Jasn dalam pandangannya menegaskan bahwa perbedaan ini seharusnya tidak dijadikan alat untuk saling membandingkan dengan cara yang tidak produktif. Menurutnya, tidak bijak menilai kepemimpinan hanya berdasarkan satu aspek, seperti minat terhadap buku.