Sekjen Apdesi Beberkan Kronologi Tuntutan Jabatan Kades 9 Tahun, Cuma Prank?
- Istimewa
BANDUNG – Polemik tuntutan para kepala desa (kades) terkait masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun terus bergulir. Bahkan beberapa waktu lalu ratusan bahkan ribuan kepala desa mengepung Gedung DPR RI untuk menyampaikan tuntutan tersebut.
Terkait hal tersebut Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menemui Sekjen Asosiasi Pemerintah Desa (Apdesi) Asep Anwar Sadat yang juga Kades Cibeber di Kabupaten Purwakarta untuk berdiskusi mengenai hal tersebut kemarin.
Dalam diskusi tersebut Anwar menjelaskan awalnya pada Rakornas Apdesi di Kalimantan Timur ada sembilan rekomendasi yang diusulkan ke pemerintah. Dan revisi masa jabatan bukanlah satu-satunya dalam rekomendasi tersebut.
"Apdesi berupaya sebagai penengah karena asosiasi bersifat aspiratif dan akomodatif. Maka dibuat usulan Apdesi tanggal 17 (Januari) tidak menyarankan dan mengimbau untuk tidak melakukan aksi. Karena kami Apdesi sudah melakukan RDPU dengan Komisi II DPR RI tanggal 12 Januari," ujar Anwar.
Pada RDPU tersebut Komisi II menyampaikan bahwa sudah dua tahun berinisiatif mengajukan revisi UU No 6 tahun 2014 tentang desa. Namun hingga kini belum disambut baik oleh pemerintah.
Pokok utama dalam tuntutan Apdesi adalah soal perimabgan keuangan dan otonomi desa. Selain itu mengkritisi terkait kebijakan pemerintah pusat terhadap desa yang terlalu general. Padahal desa memiliki identitas dan keragaman tidak bisa disamaratakan.
"Kebijakan pemerintah pusat itu terlalu general, sementara Indonesia itu terbangun karena kebhinekaan. Kemudian hak politik kades. Ketika bupati, DPRD boleh berpartai, kades tidak boleh berpartai," ucapnya.