Alasan Ema Sumarna Dicegah Bepergian Ke Luar Negeri Oleh KPK, Terseret Kasus Suap YM?

Gedung KPK
Sumber :
  • Instagram @officialkpk

VIVA Bandung – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Ema Sumarna selaku Sekda Pemerintahan Kota (Pemkot) Bandung untuk tidak berpergian ke luar negeri.

Forum Anti Korupsi Nasional Desak Mendagri Copot Sekda Aceh

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyatakan Ena Sumarna dicegah dalam rangka penyidikan kasus suap proyek pengadaan CCTV yang menjerat tersangka Wali Kota Bandung nonaktif, Yana Mulyana (YM). 

"KPK telah melakukan cegah pada satu orang pihak yang menjabat Sekda di Pemkot Bandung untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri. Cegah dalam rangka kebutuhan proses penyidikan perkara tersangka YM dan kawan-kawan," kata Ali dalam keterangannya, Selasa, 16 Mei 2023.

IPW Laporkan Capres Ganjar Pranowo ke KPK, Diduga Terima Gratifikasi Bank Jateng Rp100 Miliar

Kata Ali, pihaknya menduga pejabat Sekda Pemkot Bandung yang dicegah ini memiliki keterkaitan erat dengan penyidikan perkara suap Yana Mulyana. Pencegahan ini diajukan KPK sejak awal Mei 2023 lalu.

"Pengajuan cegahnya sudah diajukan sejak awal Mei 2023 pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI. Sikap kooperatif dari pihak yang dicegah itu diperlukan agar proses penyidikan perkara dapat segera dirampungkan," tuturnya.

Terkuak! Anies Blak-blakan Bongkar Topik Obrolan Saat Tertawa dengan Prabowo di Acara KPK

Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Bandung Yana Mulyana ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan CCTV dan pengadaan jasa internet untuk layanan digital Bandung Smart City.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, Yana menerima uang suap dari banyak pihak.

"Dari hasil pemeriksaan, tim KPK juga mendapatkan informasi dan data adanya penerimaan uang lainnya oleh YM (Yana Mulyana) selaku Wali Kota Bandung dari berbagai pihak," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan, Minggu, 14 April 2023.

Dalam kasus ini, sebanyak lima orang lainnya, selain Yana Mulyana, juga ditetapkan sebagai tersangka, antara lain Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung Dadang Darmawan, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bandung Khairul Rijal, Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (SMA) Benny, Manager PT SMA Andreas Guntoro, dan CEO PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi.

Ghufron menjelaskan rangkaian kasus ini berawal saat Pemkot Bandung pada 2018 mencanangkan Bandung sebagai kota cerdas melalui program Bandung Smart City.

Saat Yana dilantik menjadi Wali Kota Bandung pada 2022, Bandung Smart City masih terus memaksimalkan layanan CCTV dan jasa internet (internet service provider/ISP).

Pada Agustus 2022, Andreas bersama Sony dengan sepengetahuan Benny menemui Yana di Pendopo Wali Kota. Dalam pertemuan yang difasilitasi Khairul itu, keduanya menyampaikan maksud agar bisa mengerjakan proyek pengadaan CCTV di Dinas Perhubungan dan Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkot Bandung.

Pada Desember 2022, mereka kembali bertemu Wali Kota Bandung di Pendopo dan Sonny memberikan sejumlah uang kepada Yana.

Pertemuan itu juga membahas penunjukan PT CIFO sebagai pelaksana pengadaan ISP di Dishub Kota Bandung meski keikutsertaan CIFO dalam proyek tersebut melalui pembuatan aplikasi e-katalog.

Setelah pertemuan itu, diduga ada penerimaan uang oleh Dadang melalui Khairul dan juga oleh Yana melalui RH--sekretaris pribadi dan orang kepercayaan Yana--yang bersumber dari Sony. Atas pemberian uang tersebut, CIFO dinyatakan sebagai pemenang proyek penyediaan jasa internet di Dishub Pemkot Bandung senilai Rp2,5 miliar.

Pada Januari 2023, Yana bersama keluarga, Dadang, dan Khairul diduga menerima fasilitas ke Thailand dengan menggunakan anggaran PT SMA.

Atas perbuatan memberi suap, tersangka Benny, Sony dan Andreas melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Yana, Dadang dan Khairul sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.