Alumni Ponpes Al Zaytun Ungkap Dugaan Persembunyian Dedengkot NII di Pesantren
- Wikipedia
VIVA Bandung – Nama Panji Gumilang yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun kini masih jadi perbincangan karena ajarannya yang dinilai menyimpang.
Bahkan Panji Gumilang telah melalui proses penyidikan oleh pihak kepolisian karena terlibat dalam kasus dugaan penistaan agama.
Kini sejumlah dari mantan orang yang dipercaya oleh Panji Gumilang sendiri mulai satu per satu membongkar rahasia milik imam negara Islam tersebut.
Selain itu, banyaknya ajaran Panji Gumilang yang videonya telah viral di media sosial dinilai sebagai ajaran yang menyimpang untuk diberikan kepada santri Ponpes Al Zaytun.
Namun, salah satu Alumni Ponpes Al Zaytun kini telah angkat bicara.
Muhammad Ikhsan sebagai alumni merasa lelah dengan semua stigma buruk yang diberikan masyarakat terhadap santri dan alumni Ponpes di Indramayu tersebut.
Pada akhirnya ia memberikan sebuah klarifikasi perbedaan antara Negara Islam Indonesia (NII) dengan Ponpes Al Zaytun itu sendiri. Seperti apa penjelasan dari Muhammad Ikhsan, simak informasinya berikut ini.
Alumni Ponpes Al Zaytun, Muhammad Ikhsan mengungkapkan sebuah analogi yang menunjukkan pembentukan NII juga Ponpes Al Zaytun itu sangat berbeda.
Melalui program acara Catatan Demokrasi, tvOne, Ia menjelaskan adanya sebuah doktrin yang akan disebarkan kepada masyarakat layaknya obat terlarang yang dapat mempengaruhi siapapun bila sudah terkena.
Kemudian, Ponpes Al Zaytun merupakan sebuah sekolah legal dengan ajaran yang sesuai dari Kementerian Agama.
Sementara itu Ponpes Al Zaytun serta para santrinya justru menjadi tumbal atas perbuatan anggota NII.
"Ada kelompok orang yang kerjaannya mengedarkan obat terlarang (doktrin). Sudah dikonfirmasikan oleh Pak Mahfud MD bahwa ini adalah bentukan negara (NII)," ungkap Muhammad Ikhsan dalam acara Catatan Demokrasi, tvOne.
"Jadi oleh negara, kelompok ini dibikinkan apotek (Ponpes Al Zaytun) oleh pemerintah. Di dalam apotek itu menjual obat yang sesuai dari BPOM (Kementerian Agama), legal semuanya. Obat-obat itu (ajaran dalam bentuk kurikulum) yang dikonsumsi oleh kami para santri Al Zaytun," sambungnya.
Tetapi, Ponpes Al Zaytun juga menjadi tempat persembunyian pentolan NII. Hanya saja ia tekankan bahwa doktrin yang disebarkan bukan kepada para santri, melainkan ke masyarakat luas.
“Tapi disitu juga apotek itu menjadi tempat bersembunyi bandar atau pentolannya pengedar obat terlarang tadi, yang dijual di masyarakat bukan di dalam Al Zaytun.
"Korbannya adalah masyarakat, kalau santri Al Zaytun minum obat yang legal," jelas Ikhsan.
Doktrin yang telah disiapkan akan disebarkan kepada masyarakat luas melalui anggota NII.
Seperti yang dijelaskan pada pemberitaan sebelumnya, para anggota yang telah terdoktrin oleh ajaran Panji Gumilang ini akan melakukan segala cara untuk mencapai tujuan, mulai dari mencuri hingga mengkafirkan orang tua.
"Kemudian orang-orang ini adalah pengedarnya (Anggota NII) atau mereka yang telah minum obat terlarang tadi. Obat itu kalau sampai terminum 1 pil saja, mabuknya bisa bikin mencuri, merampok. Ini dibentuk sama negara," ujar alumni Ponpes Al Zaytun tersebut.
Tetapi, Ikhsan sangat menyesalkan perbuatan ini, sebab para santri serta alumni dari Ponpes Al Zaytun menjadi tumbal dari seluruh kegiatan yang dilakukan oleh anggota NII.
Para santri dan alumni diolok, dipandang buruk oleh masyarakat karena ajaran yang dinilai menyimpang. Padahal, Ikhsan menegaskan bahwa ajaran yang diberikan kepada santri merupakan didikan yang legal serta sesuai dengan kurikulum Kementerian Agama.
"Lalu siapa korbannya sampai hari ini? Kami santri kena stigma oleh masyarakat. Di olok-olok di media sosial. Di masyarakat kami dipandang buruk, kami malu. Berapa banyak influencer yang mengolok-olok kami, padahal kami baik-baik saja," tegas Ikhsan.
Muhammad Ikhsan sebagai salah satu alumni Ponpes Al Zaytun merasa lelah dengan seluruh stigma yang dilontarkan pada mereka.
"Tolong dong, kami sebagai alumni sudah capek. Kami dari tahun 2002 hingga hari ini itu capek di masyarakat kami di cap, di stigma buruk. Kami minta tolong kepada pemerintah, tolong bijak," pungkasnya.
Hingga kini, Ponpes Al Zaytun masih dinilai memberikan ajaran menyimpang dari syariat Islam. Namun, Muhammad Ikhsan menegaskan bahwa ajaran yang diberikan di Ponpes tempatnya ia menuntut ilmu itu telah sesuai dengan kurikulum Kementerian Agama.