Ketua KPU Langgar Kode Etik, Tim Hukum Nasional AMIN: Darurat Konstitusi Bayangi Hasil Pemilu
- YouTube Tim Hukum Nasional AMIN
Pasal-pasal yang digunakan DKPP untuk memvonis komisioner KPU itu menunjukkan ada pelanggaran serius berupa melanggar UU dan peraturan lain terkait Pemilu. Pelanggaran atas keputusan KPU itu memiliki bobot berbeda dengan pelanggaran atas perilaku pribadi Ketua KPU, seperti yang dilakukan oleh ketua KPU dalam kasus yang dikenal dengan "wanita emas".
“Dalam dua kasus itu DKPP menjatuhkan sanksi yang sama, Peringatan Keras dan Terakhir. Tentu publik juga bertanya apa makna frasa 'terakhir', karena dalam kasus 'wanita emas' juga disanksi peringatan keras dan terakhir,” terang Ari.
Menurut Ari, Keputusan DKPP di masa injury time seperti lolongan di ruang hampa , karena tak mengubah apapun. Dan di negeri ini, putusan melanggar etika hanya dianggap "nyanyian sumbang " yang hanya akan melahirkan "dengung" di ruang publik.
Terbukti keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, tidak berdampak apapun.
Meski putusan atas pelanggaran etik tidak berdampak apapun, ungkap Ari, namun perlu dicatat bahwa rakyat Indonesia masih menjunjung nilai-nilai moral.
Dalam konteks moral itulah Pemilu 2024 berada di ujung tanduk karena masalah legitimasi. Pemilu bisa saja memenuhi syarat legal (karena peraturan yang diubah dengan melanggar etika), tapi kehilangan legitimasinya.
Ari mengatakan, pemilu bisa saja kehilangan pengakuan publik atas keabsahannya karena berbagai pelanggaran etik yang dipertontonkan, dari mulai putusan MK, keterlibatan presiden dan para menteri hingga ASN, pembagian sembako yang patut diduga ditujukan memengaruhi pemilih untuk mendukung salah satu paslon, hingga pelanggaran etik yang dilakukan komisioner KPU.