Penangkapan SYL Tuai Kontroversi, KPK: Hanya Beda Penafsiran UU Saja
- Humas KPK
Bandung - Kepala Bagian pemberitaan KPK Ali Fikri membantah kabar bahwa KPK menyalahi aturan dalam proses penangkapan Syahrul Yasin Limpo atau SYL. Menurutnya, penangkapan SYL yang dilakukan KPK sudah sangat sesuai dengan dasar hukum yang diberlakukan saat ini.
"Kami lakukan penangkapan terhadap tersangka SYL. Tentu ada dasar hukumnya," kata Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 13 Oktober 2023.
Ali menjelaskan, penangkapan Syahrul Yasin Limpo demi upaya percepatan kasus dugaan korupsi di Kementan RI. Upaya penangkapan tersebut dilakukan karena Syahrul Yasin Limpo tak hadir saat pemanggilan pada Rabu, 11 Oktober 2023.
"Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," ujar Ali.
KPK Sebut Pimpinan Tanggung Jawab Penuh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal adanya tanda tangan pimpinan KPK dalam surat penangkapan Syahrul Yasin Limpo dengan menyebutkan sebagai penyidik. Lembaga antirasuah menjelaskan bahwa hal tersebut sebagai bentuk adanya perbedaan pemahaman undang-undang saja.
"Tidak usah dipersoalkan urusan teknis seperti itu. Soal beda tafsir UU saja. Semua administrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 13 Oktober 2023.
Ali menjelaskan, pimpinan KPK punya hak untuk bertanggung jawab atas kasus korupsi yang bergulir di lembaga antirasuah.
"Pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi, maka secara ex officio harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum," kata Ali.
Maka dari itu, pimpinan KPK berhak menandatangani surat penangkapan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Ali juga menegaskan bahwa penyidik KPK itu menangkap SYL bukan bagian dari bentuk penjemputan paksa.
"Kami hanya ingin tegaskan bukan jemput paksa sebagaimana narasi oleh pihak-pihak tertentu. Ini kami sampaikan supaya klir," ujarnya.
"Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," ujar Ali.
Penangkapan bisa saja dilakukan KPK kapanpun ketika alat bukti dugaan tindak pidana korupsi telah cukup tanpa harus didahului pemanggilan.