Fatwa MUI Mengenai Indikasi Kesesatan Ponpes Al-Zaytun Sedang dalam Proses Finalisasi
- VIVA.co.id
"Dalam konteks Al Zaytun, ‘Tafassahu fil majalis’ itu pada dasarnya itu kan tafsirnya dia tidak boleh tafsirkan untuk salat, karena salat sudah ada (dalilnya) ‘Sollu kama roaitumuni usolli’, kalau salat di physical distancing masuk pada penyimpangan," kata Cholil.
Lalu, mengenai shaf salat laki-laki dan perempuan yang digabung, hal ini mengindikasikan adanya kesesatan.
"Ketika menafsirkan tafsir, lalu digabungkan dengan cara sendiri tidak ikut pagu, atau kaidah yang ada pada kitab tafsir, kemudian dikaitkan dengan umpamanya (kalimat) muslimin dan muslimat, mukminin-mukminat, kemudian itu berarti kalau salat kita beriringan, itu kan tidak ada pagunya," kata Cholil.
"Nah kerangka-kerangka menafsirkan seperti ini kita menyebutkan adalah kesesatan. Karena di dalam kriteria yang disepakati oleh Majelis Ulama Indonesia dengan ormas Islam, ada 10 kriteria Ini masuk nih," ujar Cholil.
MUI juga meneliti mengenai polemik ada atau tidaknya penodaan agama dari permyataan yang disampaikan Panji Gumilang. Menurut Cholil, ucapan Panji Gumilang bisa sangat mungkin mengandung unsur penodaan agama.
Ucapan Panji yang disorot Cholil yakni ketika Pimpinan Ponpes Al Zaytun itu menyebut Al Quran bukan firman Allah, melainkan hanya perkataan Nabi Muhammad dan khawatir Allah tak akan mengerti dengan perkataan orang Indramayu.
"Intinya adalah mempersonifikasi Allah kepada kita, sehingga Allah tidak mengerti apa yang ada di kita. Sementara (dalam aqidah Islam) Allah kan 'alimun bagi kita. Ini (permyataan Panji Gumilang) jadi bagian dari banyak penodaan, itu kan penistaan, penistaan itu adalah merendahkan, sementara Allah itu maha tahu. Lah ini indikasi sekali lagi indikasi yang sedang kita rumuskan," ujar Cholil.