Jaringan Aktivis Nusantara Kritik Konstruktif Kebijakan Hilirisasi Batu Bara Menteri ESDM
- VIVA.co.id
Bandung, VIVA – Ketua Jaringan Aktivis Nusantara, Romadhon Jasn, memberikan tanggapan terhadap langkah Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang kembali mengedepankan hilirisasi batu bara sebagai solusi untuk menekan impor LPG dan menjaga stabilitas ekonomi. Dalam pernyataannya, Romadhon menyampaikan pandangan kritis namun konstruktif, menyoroti risiko jangka panjang dari kebijakan ini dan pentingnya komitmen transisi energi.
"Kami memahami pentingnya batu bara bagi perekonomian Indonesia saat ini, terlebih dalam kondisi global yang penuh ketidakpastian. Hilirisasi memang dapat memberikan nilai tambah pada komoditas ini, dan kami setuju bahwa langkah tersebut bisa mengurangi ketergantungan pada impor LPG. Namun, kami juga ingin menegaskan bahwa pendekatan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak mengorbankan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon," ujar Romadhon, Selasa (10/9/2024).
Menurutnya, langkah Menteri ESDM Bahlil mendorong hilirisasi batu bara tampak seperti solusi pragmatis untuk jangka pendek, tetapi jika terus dipertahankan tanpa rencana transisi energi yang jelas, kebijakan ini berpotensi menjadi blunder strategis.
"Menjadikan batu bara sebagai komoditas unggulan adalah langkah yang bisa dipahami dalam konteks ekonomi, tapi kita tidak bisa terus-menerus bergantung pada bahan bakar fosil. Dunia saat ini sedang bergerak ke arah energi bersih, dan Indonesia harus mengikuti tren ini jika tidak ingin tertinggal," tegas Romadhon.
Romadhon juga menyoroti pernyataan Menteri Bahlil mengenai pentingnya modal yang cukup untuk melakukan transisi ke teknologi hijau. Ia sepakat bahwa transisi energi memang membutuhkan investasi besar, tetapi pemerintah harus lebih aktif menciptakan iklim investasi yang mendukung pengembangan energi terbarukan.
"Kami setuju bahwa modal adalah kunci, tetapi jangan sampai pemerintah terlena dengan solusi jangka pendek. Investasi pada teknologi hijau harus menjadi prioritas utama, dan kami mendorong agar Menteri Bahlil membuka peluang lebih besar bagi investasi di sektor energi terbarukan, bukan hanya mengandalkan hilirisasi batu bara yang masih berpotensi merusak lingkungan," jelas Romadhon.
Komitmen Terhadap Emisi Nol Bersih 2060
Dalam pernyataannya, Romadhon menekankan bahwa kebijakan hilirisasi batu bara harus tetap selaras dengan komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.
"Kami mengingatkan bahwa batu bara, bahkan dalam bentuk hilirisasi, tetap menghasilkan emisi karbon. Gasifikasi batu bara menjadi DME (Dimethyl Ether) memang bisa mengurangi impor LPG, tetapi itu bukan solusi bagi tantangan perubahan iklim yang kita hadapi. Pemerintah harus serius dalam mempercepat transisi menuju energi terbarukan," kata Romadhon.
Romadhon juga menambahkan bahwa hilirisasi batu bara hanya boleh dilihat sebagai langkah sementara, bukan sebagai solusi permanen untuk energi nasional.
"Kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan batu bara. Pemerintah harus memiliki roadmap yang jelas untuk mengurangi produksi batu bara dan mulai beralih ke energi bersih seperti surya, angin, dan hidro. Ini bukan hanya tentang masa depan lingkungan, tetapi juga tentang daya saing Indonesia di kancah internasional," ujarnya.
Lebih jauh, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara juga meminta agar setiap kebijakan hilirisasi batu bara dilaksanakan dengan transparansi dan tata kelola yang baik. Romadhon menegaskan bahwa proses penambangan dan hilirisasi harus memperhatikan standar lingkungan yang ketat serta keterlibatan masyarakat lokal.
"Kami meminta pemerintah, terutama Menteri Bahlil, untuk memastikan bahwa hilirisasi ini tidak hanya sekadar meningkatkan keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Keterlibatan masyarakat lokal dalam proses ini sangat penting, dan standar lingkungan harus dijaga agar dampak negatif terhadap alam bisa diminimalisir," tegas Romadhon.
Sebagai penutup, Romadhon Jasn menyampaikan bahwa Jaringan Aktivis Nusantara mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah batu bara, tetapi mendesak agar Bahlil lebih berani dalam mempercepat transisi energi terbarukan.
"Kami ingin melihat pemerintah lebih proaktif dalam mendorong energi bersih. Batu bara bisa menjadi komoditas penting dalam jangka pendek, tetapi masa depan kita ada pada energi terbarukan. Bahlil harus memastikan bahwa kebijakan hilirisasi ini hanyalah transisi menuju penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan," pungkas Romadhon.
Jaringan Aktivis Nusantara berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan energi nasional, agar langkah-langkah yang diambil tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.