Stop 'VOC' Modern: Kris Budihardjo Kritik Keras Kebijakan KKP

Ketua Umum FERPUKPI, Kris Budiharjo
Sumber :
  • Istimewa

Bandung, VIVA – Ketua Umum Federasi Pelaku Usaha dan Perikanan Indonesia (FERPUKPI), Kris Budiharjo, yang dikenal peduli terhadap keadilan ekonomi dan keberlanjutan sumber daya laut Indonesia, dengan tegas memuji implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) No. 7 Tahun 2024. Namun, ia juga menyoroti ketidakselarasan Badan Layanan Umum Kemetrian Kelautan dan Perikanan (BLU KKP) dalam menjalankan kebijakan tersebut. 

Anwar Yasin Saring Aspirasi Mahasiswa Kabupaten Cirebon

Menurutnya, pejabat BLU KKP yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan peraturan ini harus segera dievaluasi, karena pengelolaan sumber daya laut yang saling mendukung.

"Regulasi yang semestinya melindungi nelayan dan menciptakan tata niaga perikanan yang adil dan berkelanjutan, justru menjadi alat bagi segelintir pihak untuk menguasai aturan," katanya di Jakarta saat dimintai keterangan oleh awak media, Selasa (3/9/2024).

Hari Jadi Kota Cirebon ke-597, Sekda Jabar Puji Kemajuan Ekonomi di Kota Udang

Lebih lanjut, Mas Kris mengatakan, KP No. 7/2024 jangan menjadi simbol baru penindasan, bisa-bisa mirip dengan apa yang dilakukan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada masa kolonial. 

Kami menuntut pemerintah segera menghentikan praktik-praktik yang merugikan nelayan. Harus melakukan evaluasi mendalam terhadap implementasi KP No. 7/2024.

Pengakuan Pelatih Vietnam Usai Timnas U-16 Indonesia Pesta Gol 5-0 atas Vietnam U-16

Artinya, Peraturan Pemerintah ini sebenarnya bagus dan memberikan harapan untuk hidup sejahtera. Namun sayangnya, dalam beberapa waktu terakhir, pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa harga tidak stabil dan bahkan semakin murah, padahal idealnya harga sesuai dengan pasar. 

"BLU KKP, sebagai pelaksana tunggal, seharusnya memiliki nilai tawar yang tinggi di hadapan Vietnam, bukan sebaliknya justru menekan harga pembelian dari nelayan," terang Mas Kris.

Dengan peraturan yang ada, BLU KKP seharusnya dapat berperan sebagai pengendali utama dalam tata niaga benur lobster, memastikan harga yang adil dan menguntungkan bagi nelayan. Namun, kenyataannya justru terjadi ketidakseimbangan, di mana harga yang diterima oleh nelayan semakin menurun. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan apakah BLU KKP benar-benar menjalankan fungsinya secara optimal.

"Seharusnya, dengan posisi yang kuat, BLU KKP bisa menetapkan harga yang kompetitif dan tidak kalah dengan negara lain seperti Vietnam. Namun, jika yang terjadi justru penekanan harga ke tingkat yang lebih rendah, ini bukan hanya merugikan nelayan, tetapi juga berpotensi melemahkan posisi Indonesia dalam perdagangan internasional benur lobster. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi serius terhadap kebijakan dan pelaksanaan tata niaga ini, agar tujuan awal untuk mensejahterakan nelayan bisa tercapai," Papar Kris Budiharjo.

Lanjut dia, bagaimana kita awasi penetapan harga yang adil dan benar untuk melindungi nelayan. Penentuan harga yang tepat adalah kunci dalam menjaga kesejahteraan nelayan.

"Jika mekanisme penentuan harga tidak diubah, maka nelayan kecil akan terus dirugikan. Pemerintah bisa dicap lalai dan tidak bertanggung jawab," tuturnya.

Kementrian harus bisa evaluasi tugas BLU KKP dan menunjukkan komitmen nyata terhadap keadilan dan kesejateraan nelayan. Jika tidak segera diatasi berpotensi memicu ketidakstabilan ekonomi nasional.

Kekayaan dan kesejahteraan bangsa ini, khususnya para nelayan tidak boleh digadaikan demi kepentingan segelintir orang yang menguasai aturan. Tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama. Kami akan terus berjuang hingga keadilan ditegakkan dan hak-hak nelayan dilindungi.